Jumat, 15 Mei 2015

Peran Alkitab di dunia modern-postmodern

Oleh:  Calvin Dachi, MAIE, MTh

1.  Pendahuluan
Keberadaan Alkitab di dunia modern sudah sering dibicarakan oleh para ahli.  Pada awalnya, pembicaraan berkaitan dengan ini berada di bawah payung hubungan agama dan sains dengan menggunakan “model perang”.[1]  Berdasarkan Roma 1:20 Peter M.J Hess mengutip kesimpulan yang mengatakan “Maka ada dua kitab yang diberikan Allah kepada kita, yang satu adalah kitab seluruh kumpulan makhluk atau kitab alam dan yang satu adalah kitab suci.”  Namun jelas orang Kristen cenderung tidak mengindahkan kitab alam ini.  Sekalipun secara teologis sudah diterima teologi tentang penyataan umum dan penyataan khusus, namun konsekwensi-konsekwensinya dalam memahami dunia modern kurang diberi perhatian khusus.     Tulisan ini akan membahas tentang pentingnya  Alkitab di abad modernism dan post modernism. 

2.  Modernisme
Walaupun kebudayaan modern muncul pada abad ke 18 di Eropa Barat namun asal usulnya dapat ditelusuri jauh ke belakang pada jaman renaissanceabad ke -15 dan ke-16.  De ngan demikian, untuk mendapat pemahaman yang memadai tentang modernism haruslah disertai dengan pemahaman akan gerakan renaissance.
            Kata Renaissance berarti: kelahiran kembali.  Kelahiran kembali yang dimaksud disini adalah kelahiran kembali dalam peradaban dengan cara kembali kepada sumber-sumber yang murni dari pengetahuan dan keindahan.[2]    Di dalam Renaissance, dunia diterima seperti apa adanya.  Orang merasa kerasan (at home) di dunia dan menghargai sekali hal-hal yang baik dari hidup ini.  Orang menjadi optimis dan optimism ini diperkuat dengan berbagai penemuan di bidang ilmu dan penemuan benua baru, yang mengakitbatkan timbulnya pikiran-pikiran baru  di segala bidang hidup.  Sebelumnya, pada abad pertengahan perhatian orang umumnya hanya kepada hal-hal yang abstrak dan pengertian-pengertian dan mengabaikan hal-hal yang konkrit dan yang tampak.  Sebaliknya pada masa Renaissance, perhatian orang berubah dan lebih kepada hal yang konkrit seperti kepada alam, manusia, hidup kemasyarakatan dan kepada sejarah.  Jadi Renaissance menggiring manusia kepada dua hal: menemukan dunia dan dirinya sendiri. 
            Setidaknya ada tiga penemuan dalam zaman Renassance yang mendorong lahirnya masyarakat modern, yaitu: penemuan mesiu, mesin cetak dan kompas. [3]  Penemuan mesiu menyebabkan hancurnya dasar kekuatan militer yang berdasarkan keksatriaan.  Dampak sosialnya sangatlah besar.  Gereja dan pemerintah yang pada masa itu memegang pedang, yang kewibawaannya nyaris tak terbantahkan dan tidak boleh dipertanyakan, sekarang kehilangan kekuatan istimewanya.  Seorang petani yang tidak terpelajar, apabila dilengkapi dengan senjata bedil akan dapat menembak mati seorang ksatria yang berbaju besi.[4]  Akibatnya, kekuasaan feodal yang dipusatkan dalam benteng-benteng sudah tidak bernilai lagi karena dapat dihancurkan dengan mudah oleh meriam.  Sedangkan penemuan mesin cetak menyebakan pengetahuan tidak lagi menjadi milik eksklusif dari suatu kelompok kecil elite intelektual.  Mesin cetak membuat biaya produksi sebuah buku menjadi jauh lebih murah sehingga dapat dijangkau oleh banyak orang.   Informasi dapat disebarkan luaskan dengan pesat ke semua pelosok.  Penemuan Kompas berarti bahwa navigasi mulai aman, sehinga dimungkinkan perjalanan-perjalanan jauh, yang memperluas wawasan manusia di eropa Barat pada saat itu.
            Menurut Franz Magnis-Suseno, ketiga penemuan di atas ada hubungannya dengan tiga gerakan yang mengubah Eropa Barat pada masa itu.  Ketiga gerakan itu, satu dalam bidang ekonomi dan social dan dua dalam cara berpikir manusia, yaitu:  1.  Kapitalisme dengan teknik modern yang memungkinkan industrialisasi, 2.  Penemuan subjektivitas manusia modern, 3.  Rasionalisme.
            Kapitalisme dan industrialisasi mengubah tujuan produksi dan konsumsi manusia.  Sebelumnya produksi ekonomi pada hakekatnya dijalankan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, entah secara langsung  entah melalui perdagangan. Tidask masuk akal untuk berproduksi melebihi kebutuhan maksimal.   Tapi dalam kapitalisme, tujuan produksi adalah modal yang dapat diakumulasikan tanpa batas.  Makin kuat modal maka akan semakin kuat juga proses ekonominya.  Jadi tujuan produksi bukan lagi memenuhi kebutuhan melainkan untuk menambah modal. 
            Berkaitan dengan subjektifitas modern,  sumbangan renaissance adalah pada keberhasilannya menempatkan manusia ke dalam pusat dunia.  Jika dalam filsafat  Yunani cara pandang bersifat kosmosentris dan pada Abad Pertengahan cara pandang lebih bersifat teosentris, maka Renaissance melahirkan humanism dengan manusia universal sebagai cita-citanya.
            Sedangkan Rasionalisme memunculkan tuntutan agar semua klaim dan wewenang dipertanggungjawabkan secara argumentative.  Tokoh yang memberikan dasar atas rasionalisme adalah Rene Descartes.  Metode keragu-raguan Descartes menyebabkan dia sampai kepada kesimpulannya yabg terkenal cogito ergo sum (Aku berpikir maka aku ada).  Kesimpulan filosofisnya ini merupakan pegangan pola piker modern yang percaya bahwa kebenaran dapat ditemukan oleh akal budi manusia. 
Ada beberapa ciri rasionalisme, yaitu:
a.       Kepercayaan pada kekuatan akal budi manusia.  Segala pernyataan dan klaim yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara rasional ditolak.  Yang dimaksud dengan yang tidak rasional itu adalah tradisi, wewenanng tradisional otoritas dan dogma.
b.      Penolakan terhadap tradisi, dogma dan otoritas.
c.       Rasionalisme mengembangkan metode baru bagi ilmu pengetahuan.
d.      Sekularisasi, yaitu suatu pandangnan dasar dan sikap hidup yang dengan tajam membedakan antara Tuhan dan dunia dan menganggap dunia sebagai duniawi saja.[5]

Ciri-ciri masyarakat modern
Uraian di atas membawa penulis sampai pada tahap untuk merumuskan apa yang menjadi cirri-ciri masyarakat modern.  Ada beberapa cirri yang bisa dideteksi disini, yaitu:
1.       Masyarakat modern adalah masyarakat yang berdasarkan industrialisasi.  Industrialisasi ini menentukan seluruh kehidupan masyarakat, penghayatan dan way of lifenya.  Melalui industrialisasi manusia berhasil mengabdikan  energy-energi alam bagi kepentingannya
2.      Perubahan gaya hidup manusia modern yang mencolok adalah penciptaan jalur komunikasi local, regional dan global yang padat dan cepat, transportasi yang memungkinkan manusia bergerak cepat di darat, laud an udara, mesin-mesin yang mempermudah pekerjaan manusia, perkembangan di bidang kedokteran dan pertanian.
3.      Masyarakat modern adalah masyarakat tidak mengalami lagi ketergantungan dari  alam.  Akibatnya kesadaran akan batas eksistensi manusia seakan-akan hilang.
4.      Masyarakat modern menghasilkan perubahan mendalam dalam cara berpikir manusia.  Manusia yakin bahwa ia dapat menemukan kebenaran dengan akal budinya.

Dunia Pasca modern:  Alkitab yang Semakin Penting
Saat ini, para ahli sepakat bahwa kita sudah melewati era modernism, walaupun tidak terlepas sama sekali dari modernism.  Istilah yang lazim digunakan adalah Postmodernisme.  Postmodernism adalah faham yang berkembang setelah era modern dengan modernisme-nya. Ini bukanlah faham tunggal sebuat teori, namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang tunggal.  Cita-cita modernism untuk yang menganggap manusia dapat menemukan kebenaran yang absolut dengan akal budinya itu ternyata harus menghadapi kenyataan lahirnya pluralisme dan keragaman.   Cita-cita untuk terwujudnya manusia yang mulia, membangun kemanusiaan yang lebih baik dan sebagainya ternyata berujung pada kegagalan.
            Optimisme modern atas kemampuan manusia untuk menemukan  kebenaran ternyata membuat manusia kehilangan nilai-nilai mulia yang diyakininya.  Bukannya menemukan kebenaran yang sejati, manusia justru terperangkap dalam belantara relativisme nilai.  Untuk pertama kalinya kebenaran diragukan tanpa pernah menemukan kepastiannya kembali. 
Berdasarkan uraian di atas, penulis melihat ada beberapa pertimbangan yang menyebabkan Alkitab semakin penting, yaitu:
1.  Dari segi manfaatnya bagi kebaikan hidup manusia, Alkitab telah membuktikan dirinya selama berabad-berabad dalam memberikan arah bagi kehidupan manusia.  Humanisme yang menjadi pusat dari modernism terbukti telah gagal dalam membangun kemanusiaan yang lebih baik.  Dalam modernism, manusia akhirnya diperalat hanya untuk kebutuhan pengembangan industri.  Cita-cita modernism yang mengharapkan terwujudnya manusia mulia akhirnya kandas karena manusia bukannya menjadi tuan, melainkan menjadi budak dari kepentingan industri

2. Modernisme yang percaya bahwa manusia dapat menemukan kebenaran melalui akal budinya ternyata telah hancur.  Manusia justru mengalami dehumanisasi dan kehilangan orientasi hidupnya.  Kebenaran dan nilai-nilai mulia itu tidak pernah tercapai dan bahkan yang terjadi orang semakin meragukan adanya kebenaran absolute.  Kebenaran dalam modernism kini hanya tinggal serpihan-serpihan saja.    Sebaliknya, Alkitab dengan nilai-nilai spiritual dan moralnya terbukti benar dengan mengingatkan orang percaya bahwa manusia pada dasarnya telah jatuh dalam dosa, bersifat  terbatas dan tidak mampu menemukan kebenaran dari dirinya sendiri.  Kebenaran dan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati hanya bisa ditemukan di dalam Kristus sebagaimana disaksikan oleh Alkitab. 

3.  Dari point 1 dan 2, terbuktilah bahwa semua ramalan-ramalan modernism pada akhirnya tidak ada yang terwujud. Kesejahteraan yang diidam-idamkan berubah menjadi penderitaan karena perang, sakit penyakit dan kerusakan lingkungan.  Bukan lagi rahasia umum bahwa semakin banyak manusia modern yang akhirnya berusaha kembali menemukan harapan-harapannya dalam agama-agama Timur akibat kekosongan yang mereka alami dalam filosofi modern.   Hal ini sangat berbeda dengan Alkitab yang telah membuktikan bahwa nubuat-nubuat dalam Alkitab tergenapi satu demi satu di dalam sejarah manusia.  Manusia menemukan bahwa dirinya sangat berharga dan sadar bahwa masa depannya ditentukan oleh Tuhan yang jauh lebih besar dan berkuasa dari system-sistem yang ada dalam dunia ini.  Melalui Alkitab, manusia semakin menghargai dirinya dan sesamanya.

4. Berbagai karya-karya dan filosofi modernism yang dianggap monumental dan abadi ternyata satu demi satu terbukti tidak seampuh yang diharapkan orang.  Para filsuf modernism seperti Herbert Marcuse, Habermas mengkritik habis-habisan filosofi modernism dan membuktikan bahwa modernism telah gagal.  Kritikan Karl Marx atas kapitalisme walaupun dianggap benar oleh sebagian orang, namun ternyata gagal dalam memberikan solusi bagi dilemma modernism yang menguasai manusia. Solusi Marxism justru menghasilkan problema baru dalam hidup manusia.  Akibatnya, dua system yang merupakan anak kandung dari modernism:  kapitalisme dan sosialisme tidak dapat dipertahankan lagi karena justru menolak menghargai kemanusiaan itu sendiri.   Objektivisme yang naïf ternyata menyebabkan banyak orang merasa terputusnya hubungan-hubungan manusiawi sehingga merasa hidup dalam kehampaan.   Sebaliknya, Alkitab, sempat diadili di bawah pengadilan akal budi manusia, tetapi kemudian terbukti mampu memberikan jawaban atas krisis yang dialami oleh manusia-manusia modern.  Kebenaran Alkitab bukan runtuh, malah semakin diteguhkan.  Alkitab menjadi buku terlaris di dunia saat manusia-manusia modern mulai meninggalkan karya-karya pemikir modernism.   Alkitab memberikan pegangan yang teguh saat manusia mengalami disorientasi.

Daftar Pustaka
1.      Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato sampai IG Loyola.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
2.      Duchrow, Ulrich, Mengubah Kapitalisme Dunia: Tinjauan Sejarah-Alkitabiah bagi Aksi Politis, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998.
3.      Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yokyakarta: Kanisius, 1997. 
4.      Hess, Peter M. J., “Dua Kitab Allah: Penyataan Khusus dan Ilmu Alam di Dunia Barat Kristen” dalam Ted Peters daan Gaymon Bennet, Menjembatani Sains dan Agama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
5.      Magnis-Suseno,  Franz, Filsafat sebagai Ilmu Kristis, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
6.      Marcuse, Herbert, Manusia Satu Dimensi.  Yogyakarta: Bentang, 2000.
7.      Pache, Rene,  The Inspiration and Authority as Scripture. Chicago: Moody Press, 1997.
8.      Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika.  Malang: Gandum Mas, 2010.



[1] Peter M. J. Hess, “Dua Kitab Allah: Penyataan Khusus dan Ilmu Alam di Dunia Barat Kristen” dalam Ted Peters daan Gaymon Bennet, Menjembatani Sains dan Agama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006. Hlm 176.
[2] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yokyakarta: Kanisius, 1997, hlm 11. 
[3] Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kristis, Yogyakarta: Kanisius, 1992, hlm 59
[4] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato sampai IG Loyola.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, hlm 265-266.
[5] Franz Magnis-Suseno, ibid. hlm 65-69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar