Jumat, 12 September 2014

KELOMPOK SEL

KELOMPOK SEL:  
DASAR TEOLOGI DAN SEJARAH KELOMPOK SEL
Oleh: Calvin Dachi, MAIE., MTh


BAB I
DASAR TEOLOGI PELAYANAN KELOMPOK SEL

Pelayanan kelompok sell sangat erat terkait dengan teologi gereja. Untuk memahami pelayanan yang berdasarkan kelompok sel, kita perlu memahami apa itu gereja dan apa yang gereja lakukan

A. Apa itu Gereja?
Yesus mengatakan bahwa Dia akan mendirikan jemaatNya (Mat 16:18) Selama berabad-abad Kristus telah memenuhi janji itu. Untuk lebih memahami dengan baik apa itu gereja Kristus, kita akan meninjau gambaran alkitab dan berbagai definisi gereja dalam sejarah.

1. Pandangan Alkitab
Untuk memahami Perjanjian Baru, kita perlu pertama menyelidiki latar belakang PL-nya. Ada dua kata penting dalam bahasa Ibrani: qahal dab edah. Kata edah secara tetap digunakan untuk menunjuk kepada jemaat Israel yang berkumpul secara keseluruhan. Namun demikian, dasar bagi konsep PB tentang gereja adalah qahal. Kata qahal menunjuk kepada panggilan dari sebuah pertemuan/kumpulan maupun tindakan untuk berkumpul/bertemu. Jadi konsep kuncinya adalah perkumpulan. Tetapi eddah adalah istilah umum untuk pertemuan upacara kemasyarakatan secara keseluruhan, sedangkan qahal adalah ungkapan tentang pertemuan/perkumpulan yang dihasilkan dari perjanjian. Hal ini akan semakin jelas jika kita melihat bagaimana Septuaginta menterjemahkan kata Ibrani tersebut.

Kata ekklesia, yang adalah kata yang umum untuk gereja dalam PB, hanya digunakan untuk menerjemahkan qahal dan bukan edah. Ini adalah konsep perkumpulan dari umat perjanjian Allah yang diungkapkan dengan qahal dalam PL. Inilah pengertian dasar dari kata ekklesia dalam PB. Kemudian David Watson memberikan penjelasan tambahan mengenai makna yang terkandung dalam ekklesia dengan menekankan bahwa kata ini berarti sebuah komunitas yang “dipanggil keluar” (kekudusan), sebuah comunitas yang “dipanggil untuk” maksud Allah, sebuah comunitas yang “dipanggil bersama-sama” dalam kesatuan dan sebuah komunitas yang “dipanggil untuk” mewarisi masa depan.

Dalam PB, ekklesia ini dipakai untuk berbagai lingkungan. Misalnya, Paulus, Yohannes dan Lukas menggunakan istilah untuk perkumpulan orang-orang percaya dalam kota tertentu (1 Kor 1:2, Why 1-3; Kis 5:11. Kata ini juga ditujukan untuk semua orang percaya di kota tertentu (Kis 8:1; 31:1). Dan kata ini jug adigunakan untuk menyebut gereja-gereja dalam rumah-rumah (Rom 16:1; 1 Kor 16:19; Kol 4:15).

2. Cara Alkitab menyebut Gereja
a. Umat Allah
 Gereja dibentuk dari umat yang dipilih oleh Allah ( 2 Kor 6:16). KOnsep PB ini berakar secara mendalam dalam PL. Israel sering disebut sebagai umat Allah. Motif Umat Allah ini sangat relevan untuk gereja berbasiskan sel karena ketika pendiri-pendiri gereja mula-mula berbicara tentang gereja, ekklesia, yang mereka maksudkan adalah komunitas kumpulan orang-orang percaya, bukan bangunan-bangunan. Perlu diingat bahwa pada awal berdirinya gereja belum ada gedung-gedung gereja hingga abad kedu atau abad ke tiga. Ini dibuktikan oleh penelitian para ahli arkeologi yang tidak menemukan gedung-gedung gereja pada tahun 150 M.

 Ini bukan berarti bahwa orang pecaya mula-mula tidak berkumpul di Bait Allah (Kis 2:46; 5:20, 25, 42). Namun demikian, harus diperhatikan bahwa gereja purba bertumbuh dalam pemahaman diri sebagai umat Allah yang berkumpul di rumah (Kis 2:46; 5:42).

b. Tubuh Kristus
Gereja digambarkan sebagai Tubuh Kristus (1 Kor 12:27) dimana Kristus adalah kepala dari tubuh ( 1 Kor 1:18; 2:9-10). Dia telah memilih anggota-anggota tubuhnya dan setiap anggota sama pentingnya (1 Kor 12:12-26). Namun yang ditekankan disini bukanlah perbedaan-perbedaannya, melainkan kesatuan dari semua orang percaya.
 Dalam tiga nats utama (Ef 4, Roma 12; 1 Kor 12-14), Paulus menjelaskan bahawa setiap anggota berperan sesuai dengan karunia-karunia terkait. Jadi, ketika Paulus berbicara tentang tubuh Kristus, dia sedang membicarakan tentang bagaimana orang-orang percaya menjalankan karunia-karunia rohani mereka.
 Bagaimana setiap orang dapat berpartisipasi? Dengan sehati (Kis 2:46a), memecah-mecahkan roti di rumah-rumah mereka dan makan bersama dengan gembiran dan tulus hati (Kis 2:46b). Paulus mengajar jemaat tidak hanya di muka umum, tetapi juga dari rumah ke rumah (Kis 20:20). Sehubungan dengan pemahaman ini, para ahli umumnya sepakat bahwa tempat yang memungkinkan untuk menjalankan karunia-karunia rohani adalah dalam kelompok kecil. Sangat sulit terjadi partisipasi penuh anggota dalam gereja yang yang besar. DAlam PB, umat Alah bergerak dari rumah ke rumah dalam kelompok-kelompok kecil.
 Motif Tubuh Kristus dengan demikian menuntut tidak hanya menjalankan karunia-karunia rohani, tetapi juga mengakui setiap anggota tubuh dan peka dengan kebtuhan-kebutuhan mereka.

c. Keluarga Allah
Gereja sebagai umat Allah sangat berkaitan dengan pemahaman bahaw agereja adalah keluarga Allah (Ef 2:14-15). Allah adalah Bapa Surgawi kita dan kita adalah umat pilihan Allah, dimasukkan ke dalam keluargaNya, gereja. Kita seharusnya melihat satu sma lain sebagai anggota keluarga Allah, memanggil satu dengan yang lain sebagai saudara atau saudari. Kenyataannya, idea ini telah masuk ke dalam kekristenan melalui gereja-gereja rumah. Rumahtangga sebagai sebuah komunitas…membentuk unit terkecil dan dasar dari jemaat yang ada. Gereja-gereja rumah disebut dalam PB (Kis 11:14; 16:15, 31, 34; 18:8; 1 Kor. 1:16; Flp. 2; 1 Tim. 1:16; 4:19) dan tidak ada keraguan untuk menggunakan rumah-rumah sebagai tempat ibadah,. Injil dikhotbahkan di rumah-rumah (Kis. 5:42; 20:20), dan Perjamuan Tuhan dirayakan di dalamnya (Kis 2:46)

B. Ciri-ciri Gereja
Secara tradisional gereja dicirikan dengan sifatnya yang satu, kudus, Am dan Gereja yang Rasuli. Tanpa mengabaikan keempat cirri gereja tersebut, tokoh-tokoh reformasi gereja menekankan pentingnya Pembritaan Firman dari Alkitab dan pelayanan sakramen. Melalui pemberitaan firman, diharapkan gereja kembali dimurnikan.
 Kaum injili juga memegang doktrin yang tinggi tentang gereja, mis.: dengan mengatakan bahwa gereja terdiri dari orang-orang yang sungguh-sungguh bertobat, percaya dengan benar, dibaptis dengan benar, dipersatukan dengan Allah di surga, dan disatukan dalam persekutuan orang kudus di bumi.

1. Kelompok-Kelompok sel dan Ciri-ciri Gereja
Dapatkah sebuah kelompok sel diakui sebagai gereja Yesus Kristus? Banyak pendukung model sel menyatakan bahwa gereja yang benar mengambiol tempat dalam sel. Memang benar bahwa Firman Tuhan diperitakan dalam kelompok-kelompok sel, dan ada juga yang melayankan sakramen-sakramen dalam kelompok sel. Tetapi sebagian besar kelompok sel tidak mengijinkan Perjamuan Tuhan dilayankan dalam kelompok sel.
 Di samping itu, hamper semua pemimpin kelompok sel tidak dipanggil atau tidak diperlengkapi menjadi gembala atau pengajar full-time. Mereka tidak diharapkan untuk mengambil tanggung jawab penuh, tetapi berada di bawah gembala. Fokus pemimpin kelompok sell lebih pada memimpin proses komunikasi, mendoakan anggota-anggota sel, kunjungan dan menjangkau yang hilang untuk Kristus.

2. Kelompok Sel sebagai Lengan dari Gereja
 Karena beberapa kekurang dari ciri gereja dalam kelompok sel, maka sebagian ahli melihat kelompok sel sebagai perpanjangan tangan dari gereja yang benar, sebuah instrument di tangan Allah yang memampukan anggota-anggotanya mengalami kepenuhan gereja Kristus.


C. Gereja: Apa yang dilakukannya
Untuk memahami gereja, tidak cukup hanya menyelidiki ciri-cirinya, tetapi kita juga perlu juga memahami fungsinya.
Understanding the church of Jesus Christ requires not only reflection on its nature but also its functions.

1. Ikut serta dalam Pemuridan
Analisis atas Matius 28:18-20 memperlihatkan adanya empat kata kerja dasar, tetapi hanya satu yang merupakan perintah langsung yaitu “mejadikan murid”. Apa artinya jadikan murid? Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah kesempurnaan rohani orang-orang Kristen, sedangkan yang lain memahaminya dalam bingkai penginjilan. Kenyataannya, gereja harus melakukan keduanya.

a. Sifat Evangelistis Pemuridan
Ketika murid-murid menerima amanat terakhir Yesus, mereka hanyalah sejumlah kecil orang-orang percaya. Karena itu, sangat perlu untuk menafsirkan perintah Yesus untuk memuridkan sebagai panggilan untuk Pemginjilan. Kita tahu bahwa bagian utama dari penginjilan dalam gereja mula-mula dilaksanakan melalui gereja rumah. Kefektifan dari penginjilan ini berhubungan dengan gaya hidup mereka yang bertemu dalam gereja-gereja rumah maupun penjangkauan yang agresif.

b. Penginjilan Gaya Hidup
 Yesus mengatakan dalam Yoh 17:23 “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.” Jadi menurut Yesus, gereja akan memenangkan dunia dengan mendemonstrasikan kesatuan (unity) dan kasih satu sama lain. Dengan cara ini, dunia akan percaya (Yoh 17:21). Ini adalah prinsip yang diajarkan Tuhan Yesus.
Penginjilan “gaya hidup” dalam kelompok kecil ini sering terjadi melalui persahabatan. Biasanya, seorang non-Kristen sering enggan untuk langsung masuk ke gereja. Tetapi akan lebih mudah bagi mereka untuk berpartisipasi ter;ebih dahulu dalam senuah kelompok sel dalam sebuah rumah yang penuh kehangatan.

c. Penginjilan yang Proaktif
 Sekalipun orang-orang yang bukan Kristen akan tertarik dengan gaya hidup anggota-anggota sel, Kelompok Sel harus dengan sengaja merencanakan untuk menjangkau mereka. Alkitab mengatakan bahwa dunia ini sudah hilang dan diambang kebinasaan kekal (Yoh. 3:36; 2 Tes 1:7-9; 1:16; Yudas 23). Dalam perumpamaan perjamuan kawin, raja memerintahkan “pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu.” (Mat 22:9)


2. Penekanan yang sempurna atas pemuridan
Perintah Kristus untuk memuridkan segala bangsa melibatkan juga “kesempurnaan orang-orang kudus”. Kristus melakukan ini dengan menambahkan kata-kata berikut “…dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:20) Allah memberikan pemimpin-pemimpin yang penuh karunia rohani untuk gereja “…untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Ef 4:12-13).

Sebagai sebuah instrument dari gereja, pelayanan kelompok sel dapat memainkan peranan penting dalam proses pemuridan melalui pemeliharaan atas para petobat, membantu proses pengudusan, dan menyediakan persekutuan bagi orang-orang percaya.

a. Pemeliharaan para Petobat
Pelayanan kelompok sel adalah alat yang penting untuk pemeliharaan rohani perorangan. Gereja-gereja sel di dunia memelihara petobat-petobat baru melalui pelayanan sel. Biasanya pemeliharaan para petobat ini dilaksanakan dengan cara: pertama, memimpin petobat baru ke sebuah kelompok sel sesuai dengan tempat tingla mereka, usia atau status mereka; kedua, menghubungi petobat baru melalui pertemuan dengan seorang anggota sel; dan ketiga, menugaskan seseorang untuk menolong petobat baru itu untuk teguh dala mima kristennya.

b. Proses Pengudusan
Paulus mengatakan bahwa Allah dalam kedaulatanNya telah memanggil kita “…untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya…” (Roma 8:29). Menjadi seperti Yesus harus seumur hidup dan ini secara akurat digambarkan dalm doktrin Alkitab tentang pengudusan. Gereja memfasilitasi pengudusan melalui pemberitaan Firman, keterlibatan dalam sakramen dan pelayanan gereja lainnya. Dalam kelompok kecil, proses pengudusan terlaksana melalui penyembahan, nasihat, melayani satu dengan yang lain. Alkitab mengatakan bahwa kita harus memberi dorongan satu kepada yang lain setiap hari supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa.

c. Persekutuan orang-orang percaya

Yang sangat menolong orang-orang percaya untuk bertumbuh dan maju secara rohani adalah persekutuan Kristen. Yohanes mengatakan “Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa” (1 Yoh 1:7). Yohanes menggunakan kata koinonia yang secara literal berarti “bersama-sama memiliki segala sesuatu.” Yesus adalah dasar bersama bagi persekutuan Kristen, dan dialah yang mengikat orang-orang Kristen bersama. Dan sama seperti pengudusan, persekutuan orang-orang percaya yang sesungguhnya terjadi dalam konteks kelompok yang kecil.
3. Partisipasi dalam Kegiatan Sosial
Ada banyak fungsi gereje Kristus. Selain fungsi pemuridan, Yesus juga memanggil gereja untuk menjangkau masalah-masalah social praktis.

a. Pola Kepedulian social dalam PB
 Kepedulian sosal dalam PB dapat disimpulkan dari perkataan rasul Yohanes “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1 Yoh 3:17-18) Kepedulian social bukan hanya memberi makan orang yang lapar, tetapi juga menghukum ketidakbenaran dan menemukan kebutuhan-kebutuhan jasmani. Yesus kepala gereja adalah teladan kita. Dia menyembuhkan yang sakit dan terluka (Mat. 9:35-38) dan memberi makan orang yang lapar (Mat. 15:29-39). Pada waktu yang sama, Yesus dengan berani mengecam kemunafikan dan penindasan (Mat. 21:12-16; 23:13-36).

b. Kesempatan untuk mengembangkan kepedulian sosial dalam kelompok sel
Gereja seharusnya tetap peduli dengan maslah-masalah sosial. Banyak gereja yang menyediakan dana untuk membantu anggota-anggotanya yang dalam kesulitan. Sayangnya, pertolongan seperti ini sering sangat terbatas penerapannya karena beberapa hal. Pertama, tidak cukup hanya mengetahui bahwa seorang anggota jemaat butuh pertolongan. Tetapi bantuan itu juga harus dinilai oleh pemegang otoritas. Kedua, banyak orang yang sedang dalam kesulitan tidak mau majelis/penatua gereja atau gembalanya mengetahui apa yang dibutuhkannya dalam kesulitan hidupnya. Ketiga, seorang gembala atau penatua untuk tidak selalu bisa memahami kebutuhan seseorang dari sudut pandang yang bersangkutan. Sering permohonan bantuan dinilai secara dangkal saja oleh gereja.
 Berbeda dengan kelompok sel. Setiap orang “mengenal satu sama lain” dan terbuka “mengungkapkan kebutuhan-kebutuhannya.” Kelompok kecil dapat melaksanakan tugas penting untuk menolong orang yang butuh pertolongan. Bukan hanya menolong anggota-anggota sel, tetapi juga dalam menyatakan belas kasihan dengan menolong orang-orang di sekitar yang belum percaya. Harus diakui banyak kelompok sel yang belum sampai ke tahap ini. Tapi jika pemimpim-pemimpin sel didorong untuk menjangkau lingkungan sekitarnya, maka kelompok sel akan dapat menyatakan potensinya yang tidak terbatas untuk menjangkau masayarakat di sekitarnya dan nama Yesus dimuliakan melalui gereja.
4. Menyaksikan Kerajaan Allah
Fungsi ketiga gereja adalah untuk menyaksikan Kerajaan Allah. Kata-kata pertama yang dikatakan Yesus menurut Markus adalah “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mark 1:15). Matius mengulangi pesan ini dalam Mat 24:14 “Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” Secara teologis, konsdep injil Kerajaan mengandung sekaligus kebenaran mengenai pemuridan dan aksi social secara sangat jelas.
Namun harus diingat bahwa gereja bukanlah Kerajaan dimaksud. Kerajaan jauh Allah lebih besar dari gereja. Bahkan gereja adalah alat dari Kerajaan untuk menyaksikan Kerajaan Allah melalui pensan Injil.

a. Konsep Kerajaan
Banyak yang percaya bahwa tema yang menyatukan Alkitab adalah Kerajaan Allah. Dalam PL dan PB tema ini berulang kali muncul (mis.: Dan. 2:21; 4:24-25; Mt. 13). Makna utama dari Kerajaan adalah pada fakta bahwa Allah akan memerintah. Kerajaan Allah adalah hasil akhir dari pemulihan pemerintahan Ilahi. Ketika Yesus berkata bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, yang dimaksud adalah sedang “terwujud” tapi belum sepenuhnya. Kerajaan Allah telah datang dalam pribadi Yesus Kristus, tapi akan sepenuhnya dialami dimasa depan. Hal ini lebih jelas ketika Yesus berkata dalam Matius 12:28 “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.”

b. Konsep Kerajaan dan Pelayanan Sel
Sebagai instrument dari gereja Kristus, kelompok-kelompok sel harus menyaksikan Kerajaan Allah. Setiap kelompok sel adalah komunitas dari Raja yang hidup yang secara aktif memerintah disini sekarang. Dengan alasan ini, kelompok-kelompok sel seharusnya berharap intervensi kuasa/pemerintahan Allah dalam setiap pertemuan. Setiap saat seseorang dibebaskan dari dosa, disembuhkan dari penyakit, atau dilepasakan dari belenggu Setan. Inilah perwujudan Kerajaan Allah di bumi.
Perwujudannya bukanlah lewat kekerasan, melainkan dengan mewujud kebebasan rohani dan jasmani dalam kehidupan setiap orang, termasuk kabar baik bagi yang miskin, pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas (Luk 4:18)
Akhirnya pesan tentang Kerajaan memberikan harapan besar untuk kelompok sel. Dengan terwujudnya pemerintahan Allah sekarang ini dalam kelompok sel melalui fellowship yang agung dan penyegaran rohani, kelompok itu juga diingatkan pada keagungan yang jauh lebih besar di masa depan. Ini adalah harapan tentang Kerajaan Kristus di masa datang yang akan mendorong kelompok sel untuk terus menjangkau yang terhilang dan tertindas.


BAB II
SEJARAH GERAKAN SEL

A. Kelompok-Kelompok Kecil dalam Alkitab

1. Perjanjian Lama
Ada berbagai konsep dari PL yang menegaskan nilai-nilai utama dari pelayan kelompok kecil. Beberapa penulis mengangkat tema-tema seperti kominitas, hubungan, dan hubungan yang erat dalam mebicarakan tentang kelompok-kelompok kecil
 Sebenarnya, PL sangat sedikit berbicara tentang pelayanan kelompok kecil. Tetapi satu dari cerita PL yang diterapkan secara luas dalam gerakan sel modern adalah Prinsip oragnisasi yang diusulkan oleh Yitro kepada Musa dalam Keluaran 18,

Ketika mertua Musa melihat segala yang dilakukannya kepada bangsa itu, berkatalah ia: "Apakah ini yang kaulakukan kepada bangsa itu? Mengapakah engkau seorang diri saja yang duduk, sedang seluruh bangsa itu berdiri di depanmu dari pagi sampai petang?" …"Tidak baik seperti yang kaulakukan itu. Engkau akan menjadi sangat lelah, baik engkau baik bangsa yang beserta engkau ini; sebab pekerjaan ini terlalu berat bagimu, takkan sanggup engkau melakukannya seorang diri saja... Adapun engkau, wakililah bangsa itu di hadapan Allah dan kauhadapkanlah perkara-perkara mereka kepada Allah. Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan, dan memberitahukan kepada mereka jalan yang harus dijalani, dan pekerjaan yang harus dilakukan. Di samping itu kaucarilah dari seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap; tempatkanlah mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang. Dan sewaktu-waktu mereka harus mengadili di antara bangsa; maka segala perkara yang besar haruslah dihadapkan mereka kepadamu, tetapi segala perkara yang kecil diadili mereka sendiri; dengan demikian mereka meringankan pekerjaanmu, dan mereka bersama-sama dengan engkau turut menanggungnya. Jika engkau berbuat demikian dan Allah memerintahkan hal itu kepadamu, maka engkau akan sanggup menahannya, dan seluruh bangsa ini akan pulang dengan puas senang ke tempatnya."

Walaupun Allah memili Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, dia kurang ahli dalam mendelegasikan tugas. Nasihat ini mendasari struktur organisasi yang meneruskan kepemimpinan atas ribuan hingga puluhan orang


2. Perjanjian Baru
 Perjanjian Baru memberikan kepada kita banyak contoh tentang pelayanan kelompok kecil. Kristus sendiri mengumpulkan sebuah kelompok kecil dari antara murid-murid dan gereja mula-mula terutama bertemu di rumah-rumah.

a. Kristus dan Kelompok Kecil
Contoh pertama dari sebuah kelompok kecil adalah kelompok yang Kristus pilih sendiri. Pasti transformasi yang kuat terjadi saat murid-murid berinteraksi dengan Kristus dalam kelompok kecil

b. Gereja Rumah dalam PB
 Sejak awalnya, orang-orang percaya bertemu di rumah-rumah dan bait Allah. Pola ini pertama-tama muncul di Yerusalem sesudah Pentakosta. Kis 2:46 mengatakan “dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, …” Konsep bertemu di rumah dan di depan umum diperkuat oleh Paulus ketika dia berkata dalam Kis 20:20 “sungguhpun demikian aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. Semua kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupun dalam perkumpulan-perkumpulan di rumah kamu”

c. Pentingnya Kelompok-kelompok Kecil dalam Penganiayaan
Di masa awal gereja mula-mula, pertemuan umum dan sel adalah aktivitas sehari-hari. Namun demikian, dalam kaitannya dengan penganiayaan, pertemuan umum berhenti sebagai pengalaman zaherí-hari. Oleh karena penganiayaan, peran jemaat rumah menjadi normatif. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap berbicara tentang gereja local atau pertemuan, baik untuk ibadah maupun persekutuan, pada dasarnya menunjuk kepada gereja yang bertemu di rumah.

d. Hubungan antara Gereja-gereja Rumah
Dalam surat kepada Korintus, Paulus mennyebutkan pada satu ekklesia yang bertemu di rumah Aquila dan Priskila (1 Kor 16:19), tetapi dia juga mengucapkan salam kepada keseluruhan (1 Kor. 1:2; 2 Kor. 1:1). Hal yang sama juga berlaku pada gereja di Tesalonika dan di Roma (1 Tes. 1:1; 2 Tes. 1:1; Rom. 16:23). Semuanya ini menunjukkan bahwa ada hubungan di antara mereka.
 Ada juga pendapat bahwa kelompok-kelompok di rumah bergabung untuk merayakan peristiwa khusus. Perjamuan Kasih dalam 1 Korintus 11 dan kunjungan Paulus ke Troas dalam Kis 20:6-12 adalah contoh perayaan iabadah gabungan. Gereja-gereja rumah ini rupanya menjadi persekuatuan dalam lingkaran yang lebih kecil di dalam persekutuan yang lebih besar dari ekklesia kota.


B. Kelompok-kelompok Kecil dalam Sejarah Kristen awal

Ada dua perkembangan sejarah yang menghamabt aktivitas kelompok kecil sebelum reformasi. Pertama, munculnya pembedaan antara pendeta/Pastor dan awam yang menghalangi partisipasi kaum awam dan kedua, pengesahan agama Kristen oleh kekaisaran Roma yang menghilangkan kebutuhan pertemuan-pertemuan di rumah.

1. Pemisahan antara Pendeta/Pastor dan Awam
Ada berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya pemisahan antara kaum pendeta/pastor dengan awam. Pemisahan ini menjadi semakin penting karena gereja juga menghadapi berbagai ajaran yang menyimpang. Akibatnya, spontanitas yang pernah hadir dalam gereja rumah mulai dikontrol oleh bishop-bishop yang dipilih. Demikianlah, pada abad ke-3 jabatan gerejawi semakin berkembang, dan para bishop semakin berkuasa. Perkataan mereka dihormati dan sebagian besar ditaati.

2. Pengesahan Agama Kristen
Ketika agama Kristen menjadi agama Negara selama masa Konstatinus Agung, tempat-tempat suci semakain lebih dihormati dari pada persekutuan dalam rumah. Orang Kristen sekarang dapat beribadah di tempat-tempat umum. Perubahan ini akhirnya mempengaruhi kelanjutan gereja rumah secara negative. Gedung-gedung gereja kemudian mulai menggantikan rumah.

3. Kelompok-kelompok Kecil di antara Pendeta/Pastor
 Setelah golong rohaniawan dan awam terpisah, dikalangan pastor ada yang menerapkan kelompok-kelompok kecil dalam struktur resmi gereja. Seorang diantaranya adalah Ambrosius, seorang Bishop dari Milan (339-397) yang terlibat dalam kelompok-kelompok kecil bersama pastor-pastor lainnya. Rupanya ini kemudian menjadi pola yang umum dimana kehidupan dan kekuatan rohani gereja ditentukan oleh kelompok-kelompok kecil para rohaniawan yang berkumpul di sebuah Katedral dan bishopnya atau atau dalam kelompok kecil rahib yang berkumpul di sekitar pemimpinnya yang kuat dan berpengaruh. Namun harus diingat bahwa kelompok kecil ini tidak melibatkan kaum awam.

4. Kelompok-kelompok Kecil dan Kehidupan Biara
 Banyak orang-orang percaya merasa bahwa gereja kehilangan visi dan tunduk pada keduaniawian zaman itu. Sebagai reaksi ketidak puasan itu, muncullah kehidupan membiara dengan kelompok-kelompok kecil dari kaum awam yang mengejar kekudusan hidup. Walaupun ini dalam derajad tertentu adalah sebuah pentuk penolakan terhadap gereja Katolik, tetapi mereka ditempatkan di bawah bishop dan pastor. Pada akhir abad ke 5, kelompok-kelompok hidup membiara ini bertumbuh subur di mana-mana dan menjadi salah satu kekuatan utama gereja Katolik.

5. Kelompok-Kelompok Penginjil dalam Biara
 Di Irlandia, kehidupan membiara berkembang dalam semangat penginjilan yang kuat. Di sana gereja diatur disekitar biara. Para rahib sering pindah ke negara lain dan dengan giat menyebarkan iman Kristen dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil yang disebut team penginjilan. Team penginjilan ini mungkin mulai di Kolumbia tahun 563. Sukses yang mereka peroleh kemudian mendorong mereka untuk melanjutkan ke berbagai tempat. Gelombang dari team-team penginjilan ini ke seluruh benua. Komunitas rahib yang terdiri dari 10 hingga 12 orang ditempatkan di daerah non-Kristen Eropa dan mendirikan gereja di sana. Mereka akan berkhotbah sampai sejumlah orang bertobat, dan kemudian mereka akan mengajar para petobat baru. Jika mereka sudah berhasil mendirikan gereja, maka mereka akan pergi ke bagian lain di Eropa karena tujuan mereka adalah membangun komunitas biara di seluruh daratan.

C. Kelompok-Kelompok Kecil di Masa Reformasi

1. Gerakan Anabaptis
Hampir semua ajaran Anabaptis mengikuti ajaran Luther tentang pembenaran oleh iman, kewibawaan Alkitab dan imamat orang-orang percaya. Namun Anabaptis percaya bahwa Luther dan tokoh-tokoh reformasi lainnya belum cukup membaharui gereja. Mereka percaya bahwa hanya baptisan orang yang sudah percaya yang benar dan merekalah yang termasuk dalam gereja lokal.
 Sejak tahun 1522, mereka yang bergabung dengan Anabaptis cenderung berkumpul di rumah-rumah. Pertemuan-pertemuan ini meluas dalam gelombang dari kelompok-kelompok awam membaca Alkitab. Mereka berkumpul untuk memperkuat iman dan menyebarkan semanagat kekristenan. Alasan utama kelompok Anabaptis bertemu di rumah-rumah adalah untuk menegaskan kepercayaan mereka bahwa gereja Kristus adalah kumpulan dari orang-orang percaya yang berkomitmen.


2. Luther dan Kelompok-kelompok Kecil
Sikap Luther terhadap pelayan kelompok kecil berubah berkaitan dengan gerakan Anabaptis.
Pada awalnya, Luther menaruh perhatian atas keimaman semua orang percaya dan menerapkan idea itu dengan menggunakan kelompok-kelompok kecilsebagai bagian dari reformasi gereja. Luther mengatakan “ Mereka yang ingin menjadi orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh mengakui Injil dengan haruslah bertemu di sebuah rumah untuk berdoa, membaca, dan menerima sakramen dan untuk melakukan pelayanan Kristen lainnya… Disini seseorang dapat mempersiapkan pelayanan untuk baptisan dan sakramen dan memusatkan segala sesuatu pada Firman, doa dan kasih …”

Tetapi kemudian Luther mengubah pendapatnya dengan pertimbangan gagasan tentang “orang Kristen yang sejati” akan membawa seseorang kepada kesombongan kurang memahami apa itu Anugerah. Disamping itu, istilah “Kristen yang sungguh-sunguh” akan membuat mereka beranggapan bahwa diri mereka sendirilah gereja yang murni. Luther mentakan jika kita izinan kelompok-kelompok kecil orang Kristen memisahkan diri dari orang Kristen lainnya untuk membaca Firman, membaptis, dan untuk menerima sakramen, maka kita akan mendirikan gereja baru. Luhert percaya bahwa Alkitab tidak mengijinkan untuk memisahkan orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh dari gereja.

D. Kelompok-kelompok Kecil sesudah Reformasi
Ada berbagai gerakan kelompok kecil yang muncul sesudah reformasi. Ada tiga gerakan yang terkenal yaitu Pietism, Moravianisme dan Methdisme.

1. Pietism
Aliran Pietisme (berkeinginan membaharui gereja. Cita-cita mereka dalah agar orang yang menamakan diri orang Kristen benar-benar menghayati imannya dengan cara sbb.:
Pietisme menghendaki orang menyesal karena dosanya dan menghayati pengampunan oleh Allah karena korban Kristus, karena itu mengasihi Kristus dengan hangat.
Mengamalkan imannya dengan rajin membaca Alkitab serta bacaan-bacaan yang bersifat membangun,dengan banyak bergaul dengan orang Kristen sejati.
Memberi kesaksian kepada orang yang belum mengenal Kristus sebagai Juruselamat.
Secara teologi, pietisme/revival pada umumnhya menekankan pada aspek-aspek karya Roh Kudus dalam kehidupan orang Kristen perorangan. Selain itu, dalam kehidupan iman haruslah diperlihatkan bahwa ia sudah bertobat dan menjadi orang Kristen sejati. Corak teologi ini menghasilkan sikap sbb.
Orang Pietis/Revival kurang menghargai lembaga gereja. Terlalu banyak anggota gereja yang “mati”.
Menekankan perasaan hati (kasih yang hangat kepada Kristus, rasa terharu akan dosa, hasrat untuk mengabarkan Injil) sehingga mencurigai ilmu pengetahuan, termasuk ilmu teologia.
Karena memusatkan perhatian kepada pertobatan perorangan, maka perbaikan masyarakat adalah dengan membangkitkan iman sebanyak mungkin orang, mendekati orang perorang dengan Kabar Keselamatan.

Philip Jacob Spener
Philip Jacob Spener adalah salah seorang tokoh pietism lahir dalam konteks yang kering dan immoral pada tahun 1635. Sebagai seorang pastor Lutheran di Frankfurt, tahun 1666 ia merasa kebutuhan untuk memberi makanan rohani dan meningkatkan kehidupan lebih dalam di tengah-tengah anggota gerejanya. Dia mengumpulkan orang di rumahnya sebuah kelompok untuk memperkuat kehidupan rohani mereka melalui diskusi khotbah minggu, doa, dan pelajaran Alkitab. Gerakan ini menyebar dan kelompok-kelompok itu dikenal dengan sebuatan collegia pietatis.
 Spener percaya bahwa perubahan hanya dapat dilakukan saat orang-orang percay berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil untuk belajar Alkitab, berdoa, menyembah dan bersekutu. Tujuan dari kelompok-kelompok ini adalah pemuridan dan kekudusan.

Ada beberapa ciri utama yang muncul dalam kelompok-kelompok kecil versi Spener, diantaranya adalah sebagai berikut:

Kepemimpinan—Untuk menghindari ajaran yang salah, maka sangat dibutuhkan pemimpin yang memenuhi syarat dalam pertemuan-pertemuan tersebut. Biasanya yang menjadi pemimpin kelompok adalah seorang pastor atau seorang profesor yang bersedia mengambil tanggung jawab atas kelompok tersbut. Namun demikian, pemimpin tidaklah mendominasi diskusi, melainkan untuk menggerakkan setiap orang yang hadir untuk berpartisipasi.

Partisipasi—sebagai sudah dikatakan di atas, walaupun pemimpin selalu hadir, namun desempatan diberikan kepada setiap orang untuk berpartisipasi. Khotbah minggu dapat dijadikan sebagai titik awal diskusi, tetapi kemudian setiap orang harus mengemukakan pemahamannya. Spener menekankan partisipasi sebagai akibat dari keyakinan teologinya akan keimaman orang-orang percaya.
Keseimbangan antara Sel dan Ibadah Umum—Spener bertujuan untuk menjadikan gereja kebih kudus dan serupa dengan Kristus melalui pelayanan dalam kelompok-kelompok kecil. Pertemuan-pertemuan itu hanya dimaksudkan sebagai tambahan pelayanan ibadah pagi minggu—bukan untuk menggantikannya. Dia juga tidak mengijinkan orang menyebut kelompok-kelompok ini sebagai “gereja yang benar” sehingga terhindarlah konflik doktrin. Spener juga tidak mengijinkan pelaksanaan sakramen pada pertemuan-pertemuan kelompok kecil ini.

Penyebaran Pietism
Walaupun Spener mendapat tantangan, tetapi banyak gereja Lutheran mempraktekkan prinsip kelompok kecil yang diajarkannya. Doktrin Pietisme tersebar luas di seluruh dunia. Nicholas von Zinzendorf, pendiri gereja Moravian, sangat kuat dipengaruhi oleh Pietisme ini. Sedangkan John Wesley dijamah Allah melalui orang-orang Moravia. Bahkan dapat dikatakan bahwa gerakan studi Alkitab berasal dari Pietism ini.


2. Orang-orang Moravia
Gerakan Moravia mulai tahun 1772 ketika sejumlah pengungsi dari Bohemia dan Moravia berlindung kepada Nicholas von Zinzendorf. Zinzendorf adalah seorang yang dididik di Halle yang menganut pietism. Dia sangat mengasihi Yesus dan mempunyai visi untuk menyebarkan Injil sampai ke ujung-ujung bumi. Visinya itu dipenuhi justru oleh para pengungsi yang berlindung kepadanya.
Zinzendorf memahami seluruh dunia sebagai wilayah pelayanannya. Dia sedikitpun tidak tertarik untuk mendirikan sebuah denominasi gereja. Kerinduannya adalh mengirim misionaris ke semua bagian dunia. Tapi karena tidak mungkin memenuhi visinya tanpa sebuah gereja yang terorganisir maka dia menyetujui Gereja Moravia dan menjadi Bishop pertama. Melalui gereja inilah banya misionaris dikirim ke seluruh dunia.
 Saudara-saudara Moravia menawarkan gerakan pembaharuan gereja melalui Toni masyarakat, kelas dan kelompok kecil (band). Sebuah kelompok dibentuk untuk membantu pertumbuhan rohani perseorangan dalam anugerah dan fellowship antara orang yang punya perhatian yang sama dan hubungan yang informal yang menarik satu dengan yang lainnya. Mereka berkumpul untuk berdoa dan diskusi mengenai pengalaman-pengalaman individu.
 Dalam perkembangan lebih lanjut, gereja dibagi dalam kelmpok-kelompok berdasarkan usia, jenis kelamin dan status perkawinan. Setiap kelompok mempunyai pertemuannya sendiri dan kelompok-kelompok dewasa mempunya rumah-rumah dimana anggota-anggotanya tinggal.

3. Metodism dan Kelompok-kelompok Kecil
John Wesley dipimpin kepada kepastian keselamatan dan hubungan pribadi mendalam dengan Allah sebagai hasil hubungannya dengan orang-orang Moravia. Dia mendapatkan konsep-konsep kelompok kecilnya dari mereka.
 Sejak awal, Allah telah mempersiapkan John Wesley. Ibunya tela meprakarsai pertemuan-pertemuan rumah bertahun-tehun sebelumnya. Ini dimulai dengan waktu ibadah dimana ibunya pimpin bagi anak-anaknya. Kemudian sejumlah tetangga meminta untuk hadir, dan lama relaman kelompok ini bertumbuh hingga lebih 200 orang.
 Wesley percaya bahwa kelompok-kelompok kecil adalah alat Tuhan untuk melakukan perubahan. Dia menyadari bahwa perubahan jangka panjang membutuhkan struktur organisasi yang efektif dan karena itu dia bekerja keras membagung jeringan kelompok kecil yang luas.

Organisasi Kelompok Kecil Wesley adalah sebagai berikut:

a. Kelas
Kelas-kelas pada awalnya dibuat untuk mendapatkan dana dimana setiap anggota kelas diwajibkan memberi satu sen/dolar setiap minggu untuk pelayanan Metodis. Kemudian, tahun 1742, kelas juga menjadi tempat untuk memperbaiki orag-orang Kristen yang telah jatuh.

Kepemimpinan
Keberhasilan sebuah kelas tergantung pada kepemimpinannya. Beberapa prinsip kuncu adalah sebagai berikut:
Para pemimpin ditunjuk (berbeda dengan band/group kecil dimana para pemimpin dipilih)
Perempuan diizinkan menjadi pemimpin awam
Pemilihan pemimpin didasarkan pada moral dan carácter rohani, maupun pengetahuan umumnya.
Kepemimpinan adalah jamak, artinya ada lebih dari satu pemimpin sehingga terjadi sharing kepemimpinnan rohani
Kelompok-kelompok tidak dibentuk kecuali kepeimimpinan yang memadai tersedia.
Pemimpin-pemimpin kelas pada dasarnya adalah gembala.
Kepemimpinan kelas bertemu setiap minggu dengan kepemimpinan lembaga yang lebih tinggi. Mereka mempraktekkan model Yitro.

Kegiatan dalam Kelompok
Pertemuan kelas biasanya berlangsung setu jam. Kelas dimulai dengan lagu pembukaan. Kemudian pemimpin menceritakan pengalaman pribadi rohaninya. Sesudah itu dia akan mulai menyelidiki kehidupan rohani anggota dalam Group itu. Setiap anggota memberi kesaksian mengenai keadaan rohaninya. Sebelum ditutup dengan doa, dikumpulkan persembahan untuk mendukun pelayanan.


Disiplin
Pertemuan-pertemuan kelas membuat setiap anggota Metodis di bawah pengawasan ketat. Tujuan utamanya adalkah disiplin. Laporan-laporan sel diberikan secara teratur. Sebelum seseorang bergabung dengan lembaga Metodis, dia harus berpartisipasi secara aktif terlebih dahulu dalam sebuah kelas.


Penginjilan
Salah satu aspek penting dalam kelas adalah penginjilan. Kelompok-kelompok itu memiliki fungsi penginjilan yang jelas sebagaimana orang bertobat selama pertemuan dan anggota yang telah terjatuh dimampukan untuk membaharui komitmen mereka kepada Kristus.

Multiplikasi
Wesley mendorong terjadinya multiplikasi kelas. Wesley akan berkhotbah dan kemudian mengundang orang untuk bergabung dengan sebuah kelas. Wesley tidak akan memulai sebuah kelas jika dia tidak dapat mengelolanya, dan dia tidak akan berkhotbah jika tidak dapat mendaftarkan orang ke dalam kelas-kelas.


b. Group Kecil (Band)
Group kecil dimulai tahun 1738. Beberapa group kecil akan membentuk kelas. Group-group kecil dibentuk menurut jenis kelamin, usia dan status perkawinan dan biasanya mempunyai sekitar enam orang anggota. Dalam pertemuan group kecil, setiap anggota menanyakan dosa-dosa yang telah dilakukan, pencobaan yang mereka hadapi dan bagaimana mereka bebas dari pencobaan itu.

c. Lembaga-lembaga
Lembaga adalah berkenaan dengan level jemaat. Orang yang tetap berkelakuan sesuai hidup baru, hadir secara teratur dalam pertemuan kelas akan otomatis menjadi anggota jemaat setelah tiga bulan.


Disadur dari:
Joel Comiskey, Cell-based Ministry: A Positive Factor For Church Growth in Latin America, Fuller Theological Seminari, 1997


Kamis, 11 September 2014

Mengenal gerakan Pentakosta (Bagian 3): POLA IBADAH PENTAKOSTALISME


Mengenal gerakan Pentakosta  (Bagian 3):
POLA  IBADAH  PENTAKOSTALISME
Oleh: Calvin Dachi, MAIE, MTh

Pendahuluan
Model ibadah Pentakosta Kharismatik sudah berjalan selama lebih dari satu abad.  Pola ibadah yang sekarang adalah perkembangan dari pola ibadah yang dimulai oleh William Seymour di Azusa Street.   Untuk memahami ibadah 
Pentakosta/Kharismatik saat ini, penulis akan menelusuri kembali bagaimana pelaksanaan ibadah pada awal berdirinya Pentakostalisme di Azusa Street.   Hal yang menarik dari gerakan ini adalah bahwa pada awalnya pentakostalisme merupakan gerakan akar rumput (grass root) yang anggotanya adalah orang-orang miskin, bekas budak kulit hitam di Amerika.  Keterlibatan beberapa orang golongan ekonomi kelas menengah ternyata tidak mempengaruhi kepemimpinan rohani orang miskin dan orang kulit hitam di gerakan Pentakosta modern.  Sebelum gerakan menentang diskriminasi ras oleh pdt Martin Luther King Jr., gerakan Pentakosta justru sudah menempatkan pemimpin-pemimpin rohani kulit hitam yang memimpin baik orang kulit hitam maupun kulit putih sehingga mendobrak kebekuan rasisme pada waktu itu.  Hal ini juga tercermin dalam pola ibadah gerakan Pentakostalisme.
Ibadah Pentakosta modern pada awalnya dilakukan di rumah jalan Bonnie Brae.  Kegemparan yang terjadi akibat baptisan Roh Kudus pada 9 April menyebabkan orang banyak mulai berbondong-bondong dating ke rumah tersebut.  Berdasarkan kesaksian para saksis mata, sesudah kejadian 9 April  pertemuan-pertemuan ibadah di rumah jalan Bonnie Brae berlangsung dua puluh empat jam setiap hari selama paling sedikit tiga hari.  Orang melaporkan kejatuhan di bawah kuasa Allah dan menerima baptisan Roh Kudus dengan bukti berbahasa roh saat mendengarkan khotbah Seymour dari seberang jalan.
          Karena orang banyak yang jumlahnya bertambah besar, maka terjadi tekanan dari orang yang berusaha masuk ke rumah tersebut.  Akibatnya, fondasi rumah rusak, menggeser serambi depan rumah rubuh ke halaman depan. Namun tidak seorang pun yang terluka.  Karena itulah, ibadah kemudian dipindahkan ke Azussa Street.

         
                                   Pola Anti Struktur
 

Didorong oleh kebebasan baru dan oleh penolakan yang terjadi, orang-orang percaya Pentakosta mulai membersihkan apa yang mereka angap sebagai buatan manusia semata, seperti hirarki denominasi yang konvensioanal.  Orang-orang Pentakosta berhasrat menggantikan struktur-struktur ini dengan pememerintahan ilahi yang diinspirasikan berdasarkan model dalam Alkitab.   Pada umumnya, orang-orang Pentakosta tidak memandang diri mereka sebagai bagian yang terpisah dari gereja Kristen.  Mereka melihat diri mereka sebagi gerakan “di dalam” gereja Kristen yang digunakan oleh Allah untuk sekali lagi membawa hidup ke tubuh yang terlalu berlebihan organisasi dan tanpa roh.  Para pemimpin tidak pernah mendorong untuk berdirinya sebuah bentuk denominasi Pentakosta yang terpisah.  Mereka menyebut diri mereka dan gerakan mereka sebagai “non-denominasionalism”.  Secara bulat mereka berusaha tetap tinggal dalam afiliasi mereka sebelumnya dan menyebarkan teologi Pentakosta yang baru.  Ini dulu disebut “sharing the truth” oleh orang-orang Pentakosta dan “infiltrasi” oleh saudara-saudara tradicional mereka.
Pola yang bertendensi anti-struktur ini juga muncul dipermukaan dalam pola-pola yang ditetapkan oleh Azusa Street Mission. 
·        Menghapus garis antara pendeta dan jemaat.  Mengikuti kepercayaan mereka bahwa Roh Kudus akan memimpin semua orang percaya dan bukan hanya para pemimpin, setiap orang bebas untuk berbicara, bahkan selama ibadah.
·        Mereka juga menghapus garis antara wilayah yang dianggap kudus/suci dengan wilayah profan/duniawi. Mereka juga mengajarkan bahwa Roh Kudus dan Injil seharusnya tidak dibatasi dalam keempat dinding dari gedung gereja.  Dan karena itu, mereka menggunakan setiap kesempatan untuk bersaksi, di tengah pekerjaan atau di jalan. 
·        Menghapus garis antara liturgy gerejawi dengan apa yang kadang dituduh spiritual anarchy. Lebih jauh, mereka percaya bahwa Roh Kudus seharusnya bebas untuk memimpin ibadah, namun Dia berhasrat memimpin untuk menyanyi dan bersaksi, berkhotbah, dan mengajar untuk digabungkan dengan begitu saja di keseluruhan pertemuan.
·        Fenomena tertinggi yang bersifat antistruktur dari Azusa Street tentu saja terletak pada cirri gerakan ini yaitu: berbicara dalam bahasa roh.  Ini adalah pengalaman yang sungguh-sungguh mengesampingkan batasan yang dibuat berdasarkan konvensi manusia dan memberikan kendali kebebasan kepada Roh.  Dalam bahasa roh, tindakan manusia sepenuhnya disangkal dan struktur dasar bahasa sendiri dikesampingkan. 




 Ibadah Pentakosta di Azusa Street

  Tempat Ibadah

    Ibadah di Azusa Street dilakukan di gedung yang kecil, empat persegi panjang, dengan atap rata, sekitar 2400 feet kwadrat (40 x 60) dengan dinding dari papan.
   Seymour dan beberapa orang lainnya menempatkan papan di atas tong yang kosong untuk tempat duduk bagi sekitar tiga puluh atau empat puluh orang.
   Seymour membuat sesuatu yang luar biasa dalam susunan tempat duduk.  Dalam hampir semua gereja pada waktu itu, mimbar diletakkan di salah satu ujung gedung, biasanya dekat dengan altar dengan tempat duduk disusun dari altar ke ujung di seberangnya dalam dua baris.
     Seymour meletakkan podium di tengah dan susunan tempat duduk dengan mimbar di tengah podium, dengan altar doa yang rendah mengelilingi podium.  Dua peti kayu kosong (yang biasanya dibuat sebagai tempat sepatu) berfungsi sebagai mimbar.
         Lantai dua dikosongkan dan dipakai sebagai “Upper Room” dimana orang akan “tinggal hingga mereka diperlengkapi dengan kuasa dari tempat tinggi.” 
         Lantai atas  juga berfungsi ganda, sebagai tempat tidur Seymour dan selebihnya untuk staff fulltimer.




 Tata Ibadah


·        Pertemuan-pertemuan di Azusa Street biasanya dibuka dengan doa, pujian dan kesaksian yang ditandai oleh pesan-pesan dalam bahasa roh, dan sebuah nyanyian dalam bahasa Inggris atau bahasa yang tdak dikenal.  
·        Ketika seseorang menerima pengurapan untuk sebuah pesan, mereka akan berdiri dan berkhotbah. 
·        Sesudah kesaksian pribadi dari hadirin setempat, dibaca surat-surat dari orang yang mendengar kebangunan rohani dan  terinspirasi untuk mencari baptisan Roh Kudus.  Ribuan surat membuktikan bahwa banyak orang diberbagai tempat menerima baptisan Roh Kudus sesudah mendengar pencurahan Azusa Street dan meminta Tuhan untuk menjamah mereka disana.   Pembacaan surat-surat ini biasanya mendorong pujian yang lebih lagi.  
·        Mengenai kesaksian-kesaksian yang berkaitan dengan kesembuhan, seorang ahli sejarah agama bernama Martin E. Marty mengatakan, “Kesaksian-kesaksian kesembuhan sangat mengejutkan dan terjadi berulang-ulang dan sangat mengagumkan.”   Satu contoh adalah seorang gadis  yang pada suatu malam dibaptis dengan Roh Kudus, dan pagi berikutnya dia berjalan ke dalam pertemuan itu dimana dia melihat seorang wanita yang lumpuh selama tiga puluh dua tahun.  GAdis itu berjalan menghampiri wanita lumpuh itu dan berkata “Yesus mau menyembuhkanmu.”   Jari-jari dan kaki wanita itu segera menjadi baik lagi dan dia pun berjalan.
·        Ketika Seymour berkhotbah, dia menekankan perlunya menolak dosa dan menerima Yesus sebagai juruselamat pribadi.  Dia tidak menekankan bahasa roh atau manifestasi lainnya.  Berulang kali dia katakan bahwa jika mereka menceritakan tentang kebangunan rohani kepada orang lain, mereka harus menceritakan tentang Yesus, bahwa Dia adalah Tuhan, dan banyak orang diselamatkan.  Dia juga mendorong semua orang untuk mengalami kuasa Allah, berbalik dari dunia, tinggalkan tradisi-tradisi yang kaku dan legalistis dari kekristenan formal dan sebagai gantinya mencari keselamatan, pengudusan, dan baptisan dalam Roh Kudus.  Dua pesan teologi lain yang ditonjolkan oleh para pengkhotbah  di Azusa Street adalah mengenai kesembuhan ilahi dan premillenial kedatangan Yesus kedua kali.
·        Pelayanan doa di altar sekitarnya hanya berlangsung singkat saja, walaupun doa diteruskan di lantai dua.  Orang-orang berdoa dalam group untuk kebutuhan apa saja yang mereka bawa.  Ibadah penyembahan terdiri dari bernyanyi, bersorak dan berdoa secara tiba-tiba.  Ibadah sangat hidup dan tidak ada waktu kosong.  Seorang pengunjung berkata: “Doa dan penyembahan dimana-mana.  Di sekitar altar dipenuhi oleh para pencari (the seeker); sebagian berlutut, yang lain telungkup di atas lantai, dan sebagian lainnya berbahasa roh.  Setiap orang melakukan sesuatu semuanya tenggelam di dalam Allah.



Musik dalam Ibadah di Azusa Street
Kebanyakan orang di Azusa Street adalah dari latar belakang gereja kekudusan yang tidak menggunakan alat musik dalam ibadahnya.  Setidaknya selama setahun ibadah pujian dan penyembahan dijalan dengan tanpa alat musik(a capella).  Tetapi ada banyak laporan bahwa mereka menggunakan pola ritem khas dengan tepuk tangan, menampar paha atau dengan hentakan kaki.  Banyak nyanyian dikatakan sebagai bernyanyi dalam roh, spontan dengan lagu yang belum pernah di dengar sebelumnya.


Disadur dari:
Synan, Vinson, The Century of the Holy Spirit: 100 Years of Pentecostal and Charismatic Renewal, Nashville: Thomas Nelson Publishers, 2001.