Memahami Tugas Kerasulan Menurut
Paulus:
Eksegese atas 1 Kor 9:1-18
Oleh: Calvin Dachi, MAIE.,
MTh
Kesadaran Paulus akan kerasulan dirinya tampak dari kata pembukaan empat
surat yang ditulisnya dengan menunjuk dirinya sebagai rasul (Rom 1:1; 1 Kor
1:2; 2 Kor 1:1; dan Gal 1:1). Menarik
untuk diamati, bahwa dalam sebagian besar tulisannya Lukas tidak
mengidentifikasikan Paulus sebagai salah satu dari para rasul.[1] Bagi
Lukas, yang disebut rasul adalah kedua belas murid (termasuk Matias sebagai
pengganti Yudas). Namun dalam surat 1
Kor 15:5-7 Paulus mengidentifikasikan
para rasul lebih luas dari kedua belas rasul, dan pada bagian akhir dari daftar
yang dibuatnya, Paulus memasukkan dirinya.[2]
Gelar rasul itu
penting bagi Paulus. Bagi Paulus,
kerasulan mengandung sebuah tugas/amanat “memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain” dan
mengumpulkan para petobat ke dalam sebuah komunitas—diungkapkan dengan metaphor
“meletakkan dasar”, “membangun” dan
“menanam”.[3] Ternyata
ada orang dalam gerakan kekristenan pada masa Paulus yang tidak mengakui
kerasulan Paulus. Dalam suasana semacam
inilah Paulus Paulus berkata dalam pembukaan surat-suratnya bahwa dirinya
“dipanggil menjadi rasul…” (Rom 1:1), “yang oleh kehendak Allah dipanggil
menjadi rasul Kristus Yesus” (1 Kor 1:1; 2 Kor 1:1), seorang rasul, bukan
karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus
dan Allah, Bapa … (Gal 1:1).
Selanjutnya,
Paulus memahami otoritas kerasulannya sebagai satu karunia langsung dari
Tuhan. Surat-surat Paulus dengan jelas
menunjukkan bahwa dia berbicara kepada jemaat sebagai orang yang memiliki
otoritas khusus terhadap iman dan praktek iman mereka. Pernyataan-pernyataan
Paulus tentang kerasulannya menunjukkan pemahamannya bahwa:
- Kerasulannya
adalah pemenuhan dari panggilan Allah atas dirinya.
- Kerasulannya
bukanlah karena manusia. Artinya,
kerasulan Paulus absah bukan karena diangkat oleh jemaat atau atau karena
pengakuan rasul lainnya. Dan
sebagai konsekwensinya, tentu ia tidak perlu memberi pertanggungjawaban
kepada manusia manapun, melainkan kepada Allah sendiri.
- Kerasulannya
adalah kehendak Allah. Ini berarti
bahwa kerasulannya bukan karena keinginan hatinya sendiri, juga bukan
karena keinginan dari orang lain.
Tafsiran atas 1 Korintus 9
1 Korintus 9:1-18 merupakan bagian dari unit literer yang membahas masalah
dagiing persembahan berhala sepanjang 1 Korintus 8:1-11:1. Dimensi sosial dari masalah ini mengejawantah
dalam perbedaan sikap dan perilaku jemaat dalam hal makan daging persembahan
berhala. Paulus melihat bahwa perbedaan
sikap dan perilaku tersebut rupanya terkait dengan perbedaan pengetahuan yang
dimiliki jemaat. Pengetahuan dimaksud
adalah “tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah
yang esa" (8:4) dan “…hanya ada satu Allah saja … satu Tuhan saja…”
(8:6). Sebagian jemaat memiliki
pengetahuan itu, memahami bahwa tidak ada berhala di dunia dan karena itu tidak
terikat dengan berhala ketika memakan daging persembahan berhala. Tetapi sebagian lagi masih terikat dengan
berhala sehingga memakannya sebagai daging persembahan berhala (8:4-7).
Paulus tidak menolak
pengetahuan itu. Namun Paulus melihat
bahwa dalam hal kehidupan sosial konkret, mereka yang menyangkal adanya berhala
di dunia kemudian memakai hak/εξουσια dan kebebasan/ ελευθερια mereka tanpa mempertimbangkan orang lain yang berbeda pemahaman dengan
mereka (8:9; 10:29). Dalam 8:9 kata
kebebasan berasal dari kata εξουσια. Dalam hal ini LAI kurang konsisten
menejemahkan kata εξουσια. Sedangkan di pasal 9 LAI menerjemahkan εξουσια dengan hak. Orang lain tidak hanya orang-orang Kristen
Korintus (8:11) tetapi juga orang Yahudi, orang Yunani dan Jemaat Allah
(10:32). Dengan demikian Paulus
menempatkan masalah ini dalam dimensi sosial yang lebih luas, tidak hanya
sebagai masalah internal jemaat.
Dengan mempertimbangkan
konteks pasal 9 dalam teks, bagian ini secara khusus ditujukan kepada mereka
yang memiliki pengetahuan tersebut.
Maksud Paulus membicarakan kerasulannya kemungkinan besar terungkap
dalam 11:1 “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut
Kristus.” Dalam kerangka inilah ia
berbicara tentang kerasulannya. Tetapi,
untuk keperluan itu ia perlu terlebih dahulu meluruskan kemungkinan adanya
pandangan yang salah tentang dirinya sebagaimana terlihat dalam pasal 9:1 di
bawah ini.
Pasal 9:1 Paulus mengajukan empat pertanyaan retorik secara
berturut-turut
“ουκ ειμι ελευθερος;
ουκ ειμι αποστολος;
υχι ιησουν χριστον τον κυριον ημων εορακα;
ου το εργον μου υμεις εστε εν κυριω;
Kalau diterjemahkan secara harfiah adalah sebagai berikut:
Bukankah aku (sedang) adalah orang bebas?
“Bukankah aku (sedang) adalah rasul?
Bukankah aku telah melihat Yesus, Tuhan kita?
Bukankah kalian (sedang) adalah
pekerjaanku dalam Tuhan?
Terj. LAI kurang tepat. TB LAI membalik urutannya “Bukankah aku
rasul? Bukankah aku orang bebas? Bukankah aku telah melihat Yesus, Tuhan kita? Bukankah
kamu adalah buah pekerjaanku dalam Tuhan? Kata “buah” pada pertanyaan terakhir
tidak terdapat dalam teks aslinya. TB
LAI disini menekankan pada hasil, tetapi ini merupakan penafsiran.
Pertanyaan-pertanyaan ini semuanya mengharapkan
jawaban “ya”. Dengan cara ini Paulus
sedang menegaskan bahwa ia adalah seorang rasul, orang bebas dan orang-orang
Kristen Korintus sebagai pekerjaannya dalam Tuhan. Tetapi dengan cara ini juga paulus menarik
hubungan yang erat antara dirinya sebagai orang bebas dengan kerasulannya dan
orang-orang Kristen Korintus.
Penegasan bahwa dirinya
adalah orang bebas terkait langsung dengan ayat sebelumnya (8:13) dimana Paulus
memutuskan untuk tidak memakan daging.
Dari pasal 9:4 dapat diketahui bahwa hal makan dan minum merupakan salah
satu hak yang dimiliki Paulus.
Kemungkinan besar Paulus menegaskan kebebasan dirinya karena
keputusannya itu dapat menimbulkan kesalahpahaman bahwa dirinya bukan orang bebas. Jadi, Paulus juga bermaksud untuk meluruskan
kemungkinan adanya pandangan yang salah terhadap dirinya selama ini. Dalam teks asli, Paulus menempatkan ελευθερος (orang bebas) pada urutan pertama
memperlihatkan bahwa hal ini—sebagaimana akan terlihat dalam ayat-ayat
berikutnya—menunjukkan apa yang menjadi fokus utama Paulus.
Sedangkan pertanyaan
retoris berikutnya diajukan berkaitan dengan kerasulannya. Ada dua segi penting dari kerasulannya yang
disebutkan di sini, yaitu: Pertama,
“Bukankah aku telah melihat Yesus Tuhan Kita?”
dari Pasal 15:5-11 yang dimaksud oleh Paulus adalah “melihat Yesus yang
telah bangkit”. Dalm konteks ini “telah
melihat Yesus’ dipahami dalam arti “Kristus telah menampakkan diri
kepadanya”. Rupanya hal ini merupakan
segi penting dari kerasulan Paulus sehingga ia merasa perlu untuk
menyebutkannya disini.
Kedua: “Bukankah
kalian (sedang) adalah pekerjaanku dalam Tuhan?” (terj. penulis) Kata το εργον dipakai Paulus untuk
menunjukkan apa yang dilakukannya sebagai rasul: memberitakan Injil. TB-:LAI menafsirkan ini sebagai “buah
pekerjaan” dan BIS menerjemahkannya sebagai “hasil pekerjaan”. Tetapi penulis berpendapat bahwa yang
ditekankan Paulus bukanlah segi hasil/buah tetapi lebih kepada segi bukti atau
meterai/ σφραγις (lih. ay. 2).
Konsekwensinya, tidak mungkin bagi orang-orang Korintus untuk menyangkal
kerasulan Paulus. Tetapi, Paulus melihat
kemungkinan bagi orang lain untuk menyangkal kerasulannya. Sehingga, fakta bahwa orang-orang Korintus
adalah pekerjaannya dalam Tuhan, itulah yang menjadi pembelaan Paulus atas
kerasulannya (ay. 3).
Ayat
3 “berbunyi Inilah pembelaanku terhadap mereka yang mengeritik aku” (TB-LAI). Ayat
ini telah menyebabkan sejumlah ahli berpendapat bahwa pasal 9 ini merupakan
pembelaan diri Paulus. Menurut penulis,
pendapat ini mengabaikan konteks dari pasal 9 dalam 8:1-11:1 yang berbicara
tentang hak/ εξουσια dan kebebasan/ ελευθερια dalam hal makan daging
persembahan berhala. Memang disini
Paulus menyebut secara eksplisit pembelaan atas kritik kepada dirinya. Namun bukan berarti pembelaan ini merupakan
fokus utama dari Paulus sehingga ayat-ayat berikutnya berkembang dalam rangka
pembelaan terhadap kritik pada Paulus. Paulus
sudah menyebutkan adanya kritik kepda dirinya pada pasal 4:3, tetapi ia juga
mengungkapkan bahwa kritik itu sedikit sekali artinya bagi dirinya sendiri. Implikasinya, Paulus sendiri tidak memandang
pembelaan diri sebagai sesuatu yang penting dan mendesak.
Di
samping itu, pasal 9 ini ditempatkan Paulus dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan orang-orang Kristen Korintus kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa Paulus membawa
dalam pikirannya kesadaran bahwa orang-orang Kristen Korintus tidak meragukan
atau menyangkal kerasulannya. Artinya,
sangat tidak masuk akal jika Paulus membela diri kepada mereka yang justru
meminta nasehatnya. Bukanlah kebetulan
jika pada pasal 9:1-3 Paulus memakai kata ganti orang pertama tunggal
(aku/saya), kemudian pada ayat 4-12 ia memakai kata ganti orang pertama jamak
(kami). Oleh karena itu, penulis
berpendapat bahwa pasal 9 bukanlah dimaksud untuk pembelaan diri Paulus. Sekalipun Paulus menyinggung hal pembelaan
diri (ay 3) namun ia tidak mengembangkan gagasannya dalam rangka pembelaan
diri. Oleh karena itu, tesis berpendapat
bahwa ayat 1-3 mungkin dimaksudkan untuk meyakinkan jemaat akan hak, kebebasan
dan kerasulan Paulus yang dibicarakannya pada ayat-ayat selanjutnya.
Mulai
9:4 Paulus membicarakan masalah hak/ εξουσια dengan kembali mengajukan
pertanyaan-pertanyaan retoris. Ada
sejumlah hak yang disebutkan dalam ayat 4-6:
a. hak untuk makan dan minum (ayat 4)
b. hak untuk membawa seorang istri (ayat 5)
c. untuk dibebaskan dari pekerjaan
(ayat 6)
Sebagaimana tekah
disebutkan di depan, konteks dari pembicaraan ini adalah daging persembahan
berhala. Pada pasal 8:9 Paulus sudah
menyinggung hak/εξουσια dari
orang-orang yang memiliki “pengetahuan”.
Hal ini kembali disinggung dalam 10:25-33 tetapi dikaitkan dengan kebebasan/
ελευθερια (10:29). Dalam kehidupan konkret, masalah ini
bersangkut paut dengan makan di dalam kuil berhala (8:10), makan segala sesuatu
yang dijual di pasar daging (10:25) dan dalam undangan makan oleh orang yang
tidak percaya (10:27). Patut
digarisbawahi di sini bahwa Paulus tidak memandang keterlibatan jemaat Korintus
dalam acara ritual makan tersbut sebagai perilaku yang salah. Paulus justru mengakui bahwa itu adalah hak
jemaat Korintus. Bahwa Paulus memulai
pertanyaan-pertsanyaan retoris tersebut dengan menyebutkan hak untuk makan dan
Tinum menunjukkan bahwa secara tidak langsung Paulus mengakui memiliki hak yang
sama dengan mereka.
Ungkapan mempunyai hak/ εχομεν εξουσιαν dipakai dalam ayat 4, 5 dan 6.
Tense dari ayat itu menunjukkan bahwa hak itu sekarang sedang dimiliki
oleh Paulus. Sedangkan kata ganti orang
pertama jamak dikenakan Paulus bagi dirinya dan Barnabas (ayat 6). Dari ayat 12b terungkap bahwa Paulus dan Barnabas
tidak pernah menggunakan hak-hak itu. Dalam
kondisi seperti ini Paulus ingin mengingatkan jemaat bahwa memiliki hak tidak
sama dengan mempergunakan hak.
Bersamaan dengan hak untuk
makan dan minum, Paulus juga menyebutkan hak untuk membawa seorang istri, dan
hak untuk dibebaskan dari pekerjaan. Hak
untuk membawa seorang istri ini dibandingkannya dengan rasul-rasul lain,
saudara-saudara Tuhan dan Kefas. Paulus
menyebut saudara-saudara Tuhan dan Kefas bersama-sama dengan rasul-rasul lain
menunjukkan bahwa disini tidak ada nada konflik. Dengan menyebut rasul-rasul lain,
saudara-saudara Tuhan dan Kefas, secara tidak langsung menyiratkan bahwa
orang-orang Kristen Korintus cukup mengenal mereka. Sampai sejauh mana jemaat korintus mengenal
mereka, tidak dapat dipastikan, namun tersedianya sarana transportasi darat dan
Laut memberi kemungkinan bagi jemaat Korintus untuk bertemu dengan mereka. Namun pertanyaan-pertanyaan retoris itu
menunjukkan bahwa jemaat Korintus bahkan mengetahui bahwa rasul-rasul lain, saudara-saudara
Tuhan dan Kefas membawa istri mereka dalam perjalanan pelayanan mereka dan
sebagainya. Tetapi Paulus dan Barnabas
berbeda dengan kebanyakan rasul-rasul lain.
Paulus memakai hal ini untuk menjelaskan bahwa jika Paulus dan Barnabas
tidak membawa seorang istri seperti rasul-rasul lain, saudara-saudara Tuhan dan
Kefas, tidak berarti mereka berbeda dalam hal memiliki hak. Paulus dan Barnabas juga memiliki hak yang
sama dengan mereka..
Sedangkan hak untuk dibebaskan dari
pekerjaan masih dibahas lebih lanjut oleh Paulus dalam ayat 7 dan
seterusnya. Pada ayat 7
pertanyaan-pertanyaan retoris berubah secara khas: “Siapakah yang pernah turut
dalam peperangan atas biayanya sendiri? Siapakah yang menanami kebun anggur dan
tidak memakan buahnya? Atau siapakah yang menggembalakan kawanan domba dan yang
tidak minum[4]
susu domba itu?” (TB-LAI)
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan disini berasal dari realitas sosial
seharí-hari: tentara, pertanian, dan peternakan. Realitas ini sangat dekat dengan kehidupan
orang-orang Korintus.[5] Jawaban yang diharapkan dari semua pertanyaan
retoris itu adalah: tidak ada yang berperang atas biaya sendiri, setiap penanam
kebun anggor memakan buahnya, dan penggembala domba meminum susu dombanya. Pertanyaan-pertanyaan ini (kecuali yang
pertama) berhubungan dengan hak untuk mendapat hasil material dari
pekerjaannya. Namun pertanyaan pertama
lebih menekankan pemberian finansial dari pada hak untuk mendapat hasil. Paulus menegaskan keabsahan argumentasinya
ini dengan mengutip hukum Taurat (ay 8-10), yang juga mengatakan hal yang sama.
Apa yang dimaksudkan oleh Paulus
menjadi jelas dalam ayat 11-12ª, mereka telah menabur benih rohani dan sudah
sepantasnya menuai benih duniawi. Kemungkinan
metafora ini mengacu kepada saat pertama kali Paulus memberitakan Injil di Korintus. Namun itu berarti bahwa bukan hanya Paulus
tetapi juga Barnabas adalah pendiri jemaat korintus.. Dari metafora ini dapat dipastikan bahwa
Barnabas perhna melayani dan memiliki peran besar di Korintus.
Dengan menyebut menabur benih rohani, yang dimaksud oleh Paulus adalah
pemberitaan Injil—tugas kerasulannya, sedangkan menuai benih duniawi menunjuk
pada hal mendapat sokongan finansial dari tugas pemberitaan Injil. Itu Berardi bahwa pekerjaan yang dimaksud
dalam ayat 6 adalah pekerjaan mencari nafkah.[6] Jadi, yang dimaksud oleh Paulus adalah
dibebaskan dari pekerjaan mencari nafka dan sepenuhnya hidup dari pemberitaan
Injil. Itu adalah hak yang dimiliki oleh
Paulus dan Barnabas.
Namun dalam ayat 12b disebutkan:
“tetapi kami tidak pernah mempergunakan hak ini, tetapi kami (sedang)
menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami (sedang) mengadakan rintangan
bagi Injil Kristus.” (Terj penulis)
Alasan untuk tidak mempergunakan hak diutarakan disini “supaya jangan
kami (sedang) mengadakan rintangan bagi Injil Kristus”. Mengingat bahwa dalam bagian ini Paulus
mengembangkan pembicaraan mengenai hak yang secara khusus berkaitan dengan
dukungan finansial, maka kita perlu melihat ini terkait dengan konteks sosial
pada masa itu, yaitu: bagaimana para filsuf mencari nafkah. Menurut Ronald F. Hock, ada empat cara
memperoleh nafkah yang dipraktekkan oleh para filsuf pada masa itu.[7]
Yang pertama praktek memungut bayaran yang dipopulerkan
oleh kaum sofis. Praktek ini dikecam
dianggap membahayakan kebebasannya.
Dengan memungut bayaran seorang filsuf dipaksa untuk mengajar setiap
orang yang membayar mereka. Paklsaan
adalah cirri perbudakan. Dengan tidak
memungut bayaran para filsuf justru dapat mempertahankan kebebasannya.
Cara kedua adalah dengan menjadi anggota
keluarga seorang raja atau orang-orang kaya dan berkuasa. Menjadi anggota keluarga ini biasanya
mencakup hidup/tingla di rumahnya, mengikuti perjamuan makan yang diadakan oleh
tuan rumah dan bepergian dengan tuan rumah.
Mereka juga menerima bayaran dari tuan rumah. Cara ini dipraktekkan oleh sejumlah besar
filsuf pada jaman itu. Salah satu
keberatan terhadap praktyek ini adalah bahwa praktek ini juga dianggap sebagai
perbudakan bagi para filsuf. Para filsuf
diperbudak dalam dua pengertia: pada
satu sisi mereka menjadi budak kemewahan, gaya hidup yang boros dan kesenangan
hidup. Di lain sisi, ia mengalami
penghinaan terutama dalam perjamuan makan, mislanya: dilayani dengan makanan
dan anggur yang buruk.
Cara ketiga adalah dengan
mengemis. Namun cara ini kurang popular
karena dianggap memalukan dan mudah disalahgunakan. Sedangkan cara keempat adalah mencari nafka
dengan bekerja. Filsuf yang bekerja
mencari nafka ini relatif sedikit jumlahnya.
Konteks di atas memperlihatkan
adanya hubungan antara kebebasan dengan hak memperoleh dukungan finansial. Orang yang menerima bantuan finansial tidak
hanya terbatas mobilitasnya, tetapi juga tidak leluasa untuk menyebarkan
ajarannya. Dalam kerangka ini, mungkin
yang dimaksud Paulus dengan rintangan adaklah keterbatasan ruang dan gerak
pelayanannya dalam memberitakan Injil.
Sekalipun demikian, di dalam surat ini Paulus tidak memberi penjelasan
lebih lanjut tentang apa yang dimaksudnya dengan “rintangan”. Kemungkinan besar Paulus sengaja tidak
mengembangkan gagasan tentang rintangan ini, untuk memberi kesempatan kepada
jemaat korintus memahaminya dalam kerangka maslah yang timbal di antara
mereka. Gagasan yang mengandung konotasi
rintangan diucapkan Paulus di tempat lain dalam 8:1-11:1, misalnya, tentang
“batu sandungan” (8:13). Dengan cara
ini, Paulus secara tidak langsung mendorong mereka untuk tidak menggunakan hak
mereka dalam kehidupan sosial mereka.
Bagi Paulus keputusan untuk tidak
memakai hak itu adalah bagian dari prinsip pelayanan yang diembannya. Dari hak-hak yang disebutkan oleh Paulus,
semuanya bersangkut paut langsung dengan kehidupan sosial seharí-hari: hak
untuk makan dan minum, perkawinan dan pekerjaan. Ini mengindikasikan bahwa Paulus memahami
pelayanannya mencakup seluruh kehidupan yang secara sosial dijalaninya. Bagaimana ia hidup dalam lingkungan sosialnya
penting karena merupakan satu mata rantai dari pelayanannya.
Pada ayat 13-14 Paulus kembali
menegaskan hak orang yang memberitakan Injil untuk hidup dari pemberitaan
Injil. Dalam teks Yunani: ουκ οιδατε …? (harfiah: tidakkah kalian (sedang) mengetahui…?) menyarankan bahwa
Paulus berbicara tentang praktek agamawi yang diketahui langsung oleh orang
Korintus di sekitar mereka. Jadi, Paulus
mengambil argumentasi ini dari kehidupan agamis yang dekat dengan realitas
orang-orang Kristen Korintus, yaitu yang berlangsung dalam kuil-kuil
berhala. Namun, pengesahan dari
argumentasinya bukan berdasarkan realitas itu sendiri melainkan dari ketetapan
Tuhan (ayat 14).
Setelah itu, dalam ayat 15ª Paulus kembali
mengulang gagasan dalam ayat 12b perihal tidak mempergunakan hak, namun disini
Paulus secara khusus berbicara tentang dirinya sendiri. Yang menarik disini adalah bahwa Paulus
sungguh-sungguh berusaha meyakinkan jemaat Korintus mengenai hak yang dimilikinya,
kemudian menyatakan tidak mempergunakan hal itu, tetapi ia segera kembali
menegaskan keabsahan haknya itu, dan mengulangi kembali bahwa ia tidak pernah
memakai hak itu. Rupanya dengan cara
ini, Paulus ingin agar jemaat dapat membedakan antara memiliki hak dan memkai
hak. Dengan memiliki hak tidak berarti
bahwa hak itu harus dipakai. Paulus
mengajak jemaat untuk melihat kemungkinan untuk tidak mempergunakan hak itu sebagaimana
yang dilakukan oleh Paulus dan Barnabas.
Fakta bahwa Paulus dan Barnabas tidak memakai hak-hak itu bukan berarti,
bahwa mereka tidak memiliki hak-hak itu.
Kemungkinan Paulus melihat bahwa jemaat Korintus melupakan bahwa mereka
juga memiliki hak sebagaimana orang-orang Korintus sendiri memiliki hak. Oleh karena itu Paulus memberikan cukup
banyak argumentasi mengenai hak-hak yang ia miliki. Tetapi untuk menghindari kesalahpahaman, pada
ayat 15b ia perlu menyatakan: “Aku tidak menulis semuanya ini, supaya akupun
diperlakukan juga demikian”.
Pada ayat 15c TB-LAI menerjemahkan:
“Sebab aku lebih suka mati dari pada...! Sungguh, kemegahanku tidak dapat
ditiadakan siapapun juga!” Menurut
Witherington III, kalimat yang tidak selesai ini menunjukkan bahwa Paulus ingin
melebihi dan melampaui panggilan tugasnya dan dengan demikian tidak meniadakan
kemegahannya.[8] Menurut penulis, pendapat ini kurang
mempertimbangkan kalimat
berikutnya. Dalam teks Yunani
“tidak … siapapun” adalah ουδεις … κενωσει yang juga bisa
diterjemahkan “tidak … sesuatupun”. Kemungkinan besar TB LAI menerjemahkan dengan
“tidak … siapapun” karena memahami pasal 9 sebagai pembelaan diri Paulus. Tetapi jalar pemikiran Paulus bukanlah dalam
kerangka pembelaan diri, melainkan dalam kerangka penggunaan hak dan
kebebasan. Oleh karena itu, menurut
pendapat penulis kata ουδεις
… κενωσει lebih tepat
diterjemahkan “tidak … sesuatupun” sehingga terjemahannya menjadi: “kemegahanku
tidak dapat ditiadakan sesuatupun juga.” Penulis berpendapat, yang dimaksud dengan
“sesuatu” disini adalah sejumlah hak yang telah disebutkan Paulus. Patut dicatat disini bahwa Paulus berbicara
sebagai rasul. Itu berarti bahwa yang
dimaksudkan oleh Paulus adalah bahwa kerasulannya tidak ditentukan apakah ia
memakai haknya atau tidak. Kerasulan
Paulus tidak bergantung pada hak yang ia miliki. Dengan pemahaman ini, kalimat yang terputus
itu kemungkinan dimaksudkan oleh Paulus untuk menunjukkan komitmennya pada
pelayanannya memberitakan Injil Kristus.
Salah satu hal yang banyak
dipersoalkan dalam tafsiran oleh para ahli ialah makna kemegahan. Menurut Ronald F. Hock, yang dimaksud di sini
adalah bahwa Paulus boleh bermegah karena ia memberitakan Injil tanpa memakai
haknya untuk hidup dari Injil.[9] Ia mencapai pemahaman ini dengan menempatkan
ayat 15-18 dalam konteks sosial pada masa itu, yaitu: perdebatan bagaimana
seharusnya para filsuf mencari nafkah.
Ia melihat bahwa kebebasan menjadi pertimbangan utama dalam perdebatan
itu. Kemungkinan besar argumentasi
Paulus mengikuti jalar ini dimana Paulus memilih untuk mencari nafka sendiri
sehingga ia secara ekonomis tidak bergantung pada orang lain. Dalam hal ini Paulus adalah orang bebas dan
boleh bermegah.
Pendapat yang hampir sama juga
diungkapkan oleh Fee. Ia mengatakan
bahwa kemegahan Paulus adalah dalam hal apa yang Allah lakukan, bahkan melalui
kelemahan Paulus sendiri. Pemberitaan
Injil tanpa memungut bayaran merupaka keputusaan yang disengaja agar tidak
mengadakan rintangan bagi Injil dan sekaligus menjadi kelemahan Paulus. Dengan demikian, Fee juga memahami bahwa
Paulus dalam ayat ini bermaksud mengatakan bahwa dirinya memiliki kemegahan.
Kedua pendapat di atas berangkat
dari asumsi bahwa pasal 9 merupakan pembelaan diri Paulus dimana ουδεις … κενωσει diterjemahkan “tidak … siapapun”. Asumsi ini membawa kedua ahli di atas sampai
pada pendapat bahwa Paulus memiliki kemegahan.
Namun demikian, pendapat ini hanya bisa diterima jika pasal 9 memang
berisi pembelaan Paulus. Sebagaimana
telah diperlihatkan sebelumnya, konteks pasal 9 dalam teks tidak mengijinkan
asumsi semacam itu. Oleh karena itu,
penulis berpendapat bahwa kata kemegahan justru berkaitan dengan masalah hak
yang sedang dibicarakan oleh Paulus.
Paulus bermaksud mengatakan bahwa hak yang disebutnya itu tidak dapat
meniadakan kemegahannya. Pertanyaan yang
lahir dari sini adalah mengana hak itu tidak dapat meniadakan kemegahan
Paulus? Hal inilah yang kemudian
dijelaskan Paulus dalam ayat 16. Dalam
teks Yunani, ayat 16 adalah“εαν γαρ ευαγγελιζωμαι, ουκ εστιν μοι καυχημα.
TB LAI menerjemahkan: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak
mempunyai alasan untuk memegahkan diri.”
Terjemahan TB LAI merupakan tafsiran.
Secara harfiah ayat 16 seharusnya diterjemahkan: “Karena jika aku sedang
memberitakan Injil, kemegahanku sedang tidak ada.” (terj. Penulis) Disini Paulus mengatakan bahwa pada saat ia
memberitakan Injil, tak ada kemegahannya.
Kata penghubung “karena” menunjukkan bahwa kalimat ini merupakan alasan
dari kalimat sebelumnya. Bahwa
kemegahannya tidak dapat ditiadakan oleh sesuatupun juga, karena (menurut
Paulus) kemegahannya tidak ada.
Kemegahannya tidak dapat ditiadakan bukan berarti ia memiliki kemegahan
yang tak dapat ditiadakan. Karena Paulus
berbicara sebagai rasul, maka pernyataan Paulus ini dapat diungkapkan kembali
menjadi: “kemegahan Paulus sebagai rasul tidak dapat ditiadakan sesuatupun juga
karena kemegahan tersebut memang tidak ada.”
Hak yang telah dikatakan Paulus tidak berpengaruh terhadap dirinya
karena ia memang tidak memiliki kemegahan.
Tidak mempergunakan hak (walaupun memiliki hak itu) tidak menyebabkan
kerasulan Paulus lebih tinggi atau lebih reñida dari yang lain. Kerasulan Paulus tidak ditentukan oleh dan
tergantung pada hak tersebut. Tetapi
pernyataan “Karena jika aku sedang memberitakan Injil, kemegahanku sedang tidak
ada” juga Berardi bahwa menurut Paulus kerasulannya tidak menjadikan dirinya
lebih tinggi dari yang lain.
Alasan Paulus berkata demikian
adalah karena itu merupakan kewajibannya (TBLAI: keharusan). Pemberitaan Injil bukanlah sesuatu yang ia
pilih tetapi sesuatu yang harus ia kerjakan.[10] Menurut Paulus, jika itu karena keinginannya
sendiri, ia memiliki upah (ayat 17).
Dari ayat 18, yang dimaksud dengan upah adalah bayaran (αδαπανον: tanpa bayaran). Tetapi karena bukan pilihannya sendiri,
Paulus memandang pemberitaan Injil sebagai pekerjaan yang dipercayakan kepadanya
(dari οικονομιαν πεπιστευμαι: aku dipercayakan pekerjaan/stewardship,
ayat 17). Dengan demikian, Paulus
membedakan antara pemberitaan Injil
karena keinginan sendiri dengan pemberitaan Injil sebagai keharusan atau
pekerjaan yang dipercayakan kepadanya.
Yang pertama memiliki upah sedangkan yang kedua tanpa upah. Artinya: bahwa pemberitaan Injil dipahami
sebagai keharusan atau pekerjaan yang dipercayakan kepadanya berarti pemberitaan
Injil dilakukannya karena ia harus memberitakannya bukan karena ia memiliki hak
untuk menerima bantuan finansial. Paulus
memberitakan Injil bukan agar ia dapat mempergunakan hak itu sebagaimana
dikatakannya dalam ayat 18. Menurut
penulis, pemahaman inilah yang menyebabkan Paulus tidak menerima bayaran dan
tidak mempergunakan haknya. Hal tidak
menerima bayaran dan tidak menggunakan hak merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pelayanan Paulus.
Namun demikian, penting dicatat
disini bahwa tidak berarti bahwa : “sama sekali menolak bantuan
financial—terutama dari jemaat Korintus—bagi pelayanannya. Dalam pasal 16:6, Paulus secara eksplisit
mengatakan: “sehingga kamu dapat menolong aku untuk melanjutkan perjalananku.”
(TB-LAI). Kemungkinan besar yang
dimaksud oleh Paulus disini adalah dukungan finansial dari jemaat korintus. Dengan mempertimbangkan hal ini, penulis
berpendapat bahwa keputusan untuk tidak memakai hak memperoleh bantuan
finansial bukanlah keputusan yang kaku. Keputusan ini dibuat oleh Paulus
terutama dalam pelayanannya memberitakan Injil kepada orang yang belum percaya
kepada Yesus. Dari ayat 12b sudah
diperlihatkan bahwa keputusan tidak memakai hak ini didasarkan pada
pertimbangan agar tidak mengadakan rintangan bagi Injil Kristus. Dalam rangka memberitakan Injil Kristus
kepada orang-orang yang percaya, Paulus
tidak mau memakai haknya sehingga dia bisa lebih bebas melayani pemberitaan
Injil. Oleh karena itu, tetap terbuka
bagi Paulus untuk memakai hak itu sejauh tidak menjadi rintangan bagi Injil
Kristus.
Kesimpulan:
1 Korintus 9 memperlihatkan
beberapa parameter yang dipakai oleh Paulus berkaitan dengan kerasulannya.
1. Keabsahan kerasulannya dibuktikan oleh fakta
bahwa ia juga sudah melihat Yesus.
Pertemuannya dengan Yesus yang telah bangkit merupakan dasar pengesahan
dari kerasulannya karena itu berarti panggilan dan pengutusan Paulus langsung
dimandatkan oleh Yesus Kristus. Dengan cara
ini, Paulus secara terbuka menyetarakan kerasulannya dengan keduabelas rasul
lainnya yang juga dipanggil dan diutus langsung oleh Yesus.
2. Parameter
kerasulan lainnya adalah jemaat Korintus sendiri yang adalah pekerjaan
Paulus. Jemaat Korintus bukan hanya
buah, melainkan juga adalah meterai kerasulan Paulus.
3. Sebagai
rasul, Paulus adalah orang yang bebas.
Dia bebas menggunakan hak-haknya tetapi juga bebas untuk tidak
menggunakan hak-haknya. Prinsip
kebebasan rasuli ini sangat relevan di zaman sekarang yang sangat dikuasai oleh
hedonism dan keserakahan. Seorang Gereja
dan hamba-hamba Tuhan haruslah menggunakan kebebasannya bukan sekedar menuntut
hak, tapi juga kerelaan untuk melepaskan hak-haknya demi kemajuan dan kemurnian
pelayanan. Spiritualitas yang menekankan
kenikmatan dunia sangat bertentangan dengan nilai-nilai Alkitab.
4. Paulus membedakan antara pemberitaan Injil karena keinginan sendiri
dengan pemberitaan Injil sebagai keharusan atau pekerjaan yang dipercayakan
kepadanya. Yang pertama memiliki
upah sedangkan yang kedua tanpa upah.
Artinya: bahwa pemberitaan Injil dipahami sebagai keharusan atau
pekerjaan yang dipercayakan kepadanya.
Ini berarti pemberitaan Injil dilakukannya karena ia harus
memberitakannya bukan karena ia memiliki hak untuk menerima bantuan
finansial. Paulus memberitakan Injil
bukan agar ia dapat mempergunakan hak itu.
[1]
David L. Bartlett, Pelayanan dalam
Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1999), hal 36.
[2]
Ibid.
[3]
Wayne A. Meeks, The First Urban
Christians: The Social World of the Apostle Paul (New Haven, CT: Yale
University Press, 1983), hal 130-131.
[4]
Teks Yunani: εσθιει, mungkin pada masa itu susu termasuk sebagai makanan.
[5]
Lih. bab II
[6]
Para ahli sepakat bahwa Paulus mencari nafkah sebagai pembuat kemah.
[7]
Ronald F. Hock, The Sosial Context of
Paul’s Ministry: Tent Making and Apostleship (Philadelphia: Fortress Press,
1980), hal 52-57.
[8]
Witherington, op.cit., hal 210
[9]
Hock, op.cit., hal 62
[10]
Fee, op.cit., hal 418
Tidak ada komentar:
Posting Komentar