ERNST LUDWIG
DENNINGER (1815-1876)
Misionaris
Pionir di Nias
Oleh: Calvin Dachi
Bagi orang Nias,
sosok E.L Denninger adalah sosok yang sangat penting karena jasanya dalam
pemberitaan Injil di Nias. Penghargaan orang Kristen Nias terhadap Denninger
terlihat dari keputusan untuk mengabadikan nama Denninger menjadi nama salah
satu jemaat di Nias. Tetapi dimana nilai penting Denninger dalam misi di Nias
perlu dilihat lebih lanjut. Kita
bersyukur bahwa dalam kategori misi modern sekarang dikenal sebuah term
“pioneering missionaries”. Istilah ini
mengacu kepada misionaris yang perannya adalah perintis atau pembuka jalan bagi
kelangsungan pelayanan misi di sebuah daerah yang belum terjangkau sam
sekali. Isitilah ini memungkinkan kita
untuk memahami lebih baik peran Denninger dalam sejarah Kekristenan di Nias.
Denninger Tidak Mendirikan sebuah Institusi
Gereja
Untuk memahami peran Denninger dalam
kekeristenan Nias, kita perlu menyadari bahwa Denninger tidak pernah mendirikan
organisasi gereja apa pun. Denninger
bukan pendiri salah satu organisasi gereja, tetapi dia adalah seorang perintis,
pembuka jalan dimana nantinya berbagai gereja dan juga sekolah akan berdiri
secara institusional dengan berbasiskan jemaat suku Nias. Sampai tahun 1936, dapat dikatakan
kekristenan Nias masih dipimpin di bawah pelayanan zendeling/misionaris RMG
Jerman, dan baru pada November 1936 secara institusional berdiri gereja BNKP. Oleh karena itu perlu dicatat juga disini
bahwa gerakan pertobatan masal Nias atau “Fangesa
dodo sebua” (1915 – 1930) terjadi di bawah pelayanan para
misionaris-misionaris RMG Jerman sebelum BNKP lahir. Pentingnya kenyataan sejarah ini adalah untuk
menunjukkan bahwa semua gereja yang berbasiskan jemaat suku Nias sudah
sepantasnya menyadari bahwa Denninger adalah milik semua gereja-gereja yang
berbasiskan suku Nias.
Saat
ini ada banyak gereja yang dapat dikategorikan gereja suku Nias, mis.: BNKP,
AMIN, ONKP, AFY dan yang muncul belakangan GNKPI dan BKPN yang kesemuanya
berbasiskan jemaat suku Nias. Di luar
itu tentu saja masih ada institusi gereja yang di dalamnya orang Nias berjemaat
walaupun bukan kategori gereja suku, mis.: GTDI (Gereja Tuhan di Indonesia),
gereja Katolik dan berbagai gereja Kharismatik/pentakosta yang menyusul masuk
ke Nias. Semua ini bisa ada karena
seorang yang bernama Denninger.
Denninger sebagai Missionaris Pionir
Missionaris
pionir biasanya mengacu kepada pelayanan misionaris dalam rangka mendirikan
gereja di tempat di mana sama sekali belum ada orang Kristen atau misionaris. Seorang pionir memiliki kemampuan yang
membuat missionaries lain mengikutinya
Mungkin inilah salah satu yang membedakan Denninger dengan
Nomensen. Ketika Nomensen masuk ke tanah
Batak, sebelumnya sudah ada beberapa misionaris yang merintis misi ke tanah
Batak. Sudah ada orang yang meneliti
tentang budaya Batak Sedangkan ketika
Denninger masuk ke Nias belum ada seorang pun misionaris yang ke Nias. Juga belum ada orang yang meneliti tentang
Nias yang daripadanya Denninger dapat belajar budaya Nias. Denninger harus belajar sendiri budaya dan
bahasa Nias sehingga memungkinkan dia untuk memberitakan Injil dengan cara yang
dimengerti oleh orang Nias. Kepioniran
Denninger inilah yang menarik missionaries-misisonaris berikutnya untuk datang
ke Nias dan membuat pelayanan misi mereka menjadi lebih mudah. Misionaris kedua RMG yaitu J.W Thomas yang
datang tujuh tahun kemudian adalah salah satu misionaris yang merasakan manfaat
kepioniran Denninger yaitu dengan belajar bahasa Nias langsung dari Denninger.
Pelayanan pionir yang dikerjakan oleh
Denninger
Pada tanggal 27 September 1865,
Denninger tiba Pulau Nias, tepatnya di Gunung Sitoli, Tangal kedatangannya ini sekarang diperingati
sebagai hari peringatan masuknya Injil di Nias.
Setelah tiba di Gunung Sitoli, beberapa pekerjaan rintisan dilakukan
oleh Denninger yaitu sebagai berikut:
Pada tahun 1866
sekolah pertama didirikan di sebuah rumah di Gunungsitoli dan Denninger
mengajar di sana. Dia mengumpulkan
beberapa pemuda dan mengajar mereka membaca dan menulis. Pemuda-pemuda ini kemudian menjadi pembantu
Denninger dalam mengajar anak-anak di sekitar Gunung Sitoli. Dengan cara ini berarti dia juga yang
merintis pelayanan anak di Nias.
Tanggal
30-05-1867, Denninger menuliskan secara resmi, bahwa suku Nias belum memiliki
tatanan baku tata bahasa (sebagaimana orang di luar Nias telah kenal baca-tulis
yang berlaku di masa itu, red.), yang kemudian dalam salah satu suratnya
Denninger mendeskripsikan konsonan dan vokal dalam bunyi bahasa Nias ke huruf
latin, dan dengan pelafalan ujaran/dengar menurut orang Jerman saat itu.
1870 Terbit Buku Sekolah (Erste Schoolboekje) ditulis oleh Denninger sebagai bahan pelajaran di sekolah bagi Hulo Niha (Pulau Nias).
1870 Terbit Buku Sekolah (Erste Schoolboekje) ditulis oleh Denninger sebagai bahan pelajaran di sekolah bagi Hulo Niha (Pulau Nias).
Disamping itu, Denninger
juga menerjemahkan Injil Yohanes dan Lukas dalam bahsa Nias. Terjemahannya ini digunakan untuk orang Nias
yang sudah bisa membaca dan juga oleh utusan-utusan RMG yang datang
kemudian. Pada tahun 1874 secara resmi
terbit terjemahan Injil Lukas dalam bahasa Nias.
Pada tahun 1876, Deninger meninggal dunia dan pelayanannya diteruskan oleh misionaris-misonaris RMG lainnya.
Pada tahun 1876, Deninger meninggal dunia dan pelayanannya diteruskan oleh misionaris-misonaris RMG lainnya.
Refleksi teologis
Pentingnya peran
Denninger dalam masyarakat Nias bukanlah terutama pada hasil yang diperoleh
oleh E.L Denninger dalam misi ke Nias.
Dalam hal keberhasilan pekerjaan misi kita tidak bisa membandingkan
Denninger dengan Nomensen di Batak. Di
Batak, pelayanan misi Nomensen berlanjut
hingga berdirinya HKBP bahkan beliau menjadi Ephorus pertama HKBP, sedangkan Denninger tidak pernah mendirikan
organisasi gereja apapun di Nias. Peran
penting Denninger adalah jasanya yang membuat banyak misionaris akhirnya datang ke
Nias dengan persiapan yang lebih baik.
Mereka bisa datang dengan persiapan yang lebih baik karena karena
informasi yang disediakan oleh Denninger baik tentang budaya maupun bahasa
Nias. Ini kemudian membuat pekerjaan
misionaris berikutnya menjadi jauh lebih mudah.
Dan dalam hal inilah Denninger patut mendapat tempat khusus di hati
orang-orang Kristen Nias sampai sekarang ini, apapun gerejanya.
apakah ada yang tahu informasi makam/ kuburan Ernst Ludwig Denninger..??? terimakasih . GBU
BalasHapusapakah ada yang tahu informasi makam/ kuburan Ernst Ludwig Denninger..??? terimakasih . GBU
BalasHapusapakah ada yang tahu informasi makam/ kuburan Ernst Ludwig Denninger..??? terimakasih . GBU
BalasHapusApakah ada foto Denninger, karena beliau juga pernah melayani di tempat kita Tamiang Layang? Tks.
BalasHapus(Pada bulan Oktober 1847 perjalanan sebagai utusan misi dimulai, dikirim ke Kalimantan
1848-1851 tiba di Banjarmasin dan bertugas di stasion Bintang (Kapuas)
Bertugas di Stasiun Sihong (Siung dekat Telang) dan Maratowo (Murutuwu) pada tahun 1851-1859 selama berada di Murtuwo lah Daningger membuka sekolah dan banyak memberikan pendidikan baca tulis kepada anak-anak dayak Ma’anyan. Dimana beliau akhirnya meninggalkan Murotuwo melewati Telang untuk mengungsi ke Banjarmasin akibat meletusnya “perang Hidayat”.
Danninger biasa dikatakan sebagai peletak pendidikan modern pertama untuk orang Ma’anyan dimana sekolah kecil yang dibangunnya di Murutuwu berhasil membuat sebagian orang-orang Maanyan menguasai baca tulis, menurut C.Banggert seorang administrator pemerintah Belanda saat ekspedisi disungai Barito tahun 1857.
Badan penginjilan RMG memutasi Danninger ke pulau Nias).