Selasa, 13 Mei 2014

ERNST LUDWIG DENNINGER: Misionaris Pionir di Nias

ERNST LUDWIG DENNINGER (1815-1876)
Misionaris Pionir di Nias
Oleh: Calvin Dachi 

Bagi orang Nias, sosok E.L Denninger adalah sosok yang sangat penting karena jasanya dalam pemberitaan Injil di Nias. Penghargaan orang Kristen Nias terhadap Denninger terlihat dari keputusan untuk mengabadikan nama Denninger menjadi nama salah satu jemaat di Nias. Tetapi dimana nilai penting Denninger dalam misi di Nias perlu dilihat lebih lanjut.  Kita bersyukur bahwa dalam kategori misi modern sekarang dikenal sebuah term “pioneering missionaries”.  Istilah ini mengacu kepada misionaris yang perannya adalah perintis atau pembuka jalan bagi kelangsungan pelayanan misi di sebuah daerah yang belum terjangkau sam sekali.  Isitilah ini memungkinkan kita untuk memahami lebih baik peran Denninger dalam sejarah Kekristenan di Nias.


Denninger Tidak Mendirikan sebuah Institusi Gereja
            Untuk memahami peran Denninger dalam kekeristenan Nias, kita perlu menyadari bahwa Denninger tidak pernah mendirikan organisasi gereja apa pun.  Denninger bukan pendiri salah satu organisasi gereja, tetapi dia adalah seorang perintis, pembuka jalan dimana nantinya berbagai gereja dan juga sekolah akan berdiri secara institusional dengan berbasiskan jemaat suku Nias.  Sampai tahun 1936, dapat dikatakan kekristenan Nias masih dipimpin di bawah pelayanan zendeling/misionaris RMG Jerman, dan baru pada November 1936 secara institusional  berdiri gereja BNKP.  Oleh karena itu perlu dicatat juga disini bahwa gerakan pertobatan masal Nias atau “Fangesa dodo sebua” (1915 – 1930) terjadi di bawah pelayanan para misionaris-misionaris RMG Jerman sebelum BNKP lahir.  Pentingnya kenyataan sejarah ini adalah untuk menunjukkan bahwa semua gereja yang berbasiskan jemaat suku Nias sudah sepantasnya menyadari bahwa Denninger adalah milik semua gereja-gereja yang berbasiskan suku Nias.
Saat ini ada banyak gereja yang dapat dikategorikan gereja suku Nias, mis.: BNKP, AMIN, ONKP, AFY dan yang muncul belakangan GNKPI dan BKPN yang kesemuanya berbasiskan jemaat suku Nias.  Di luar itu tentu saja masih ada institusi gereja yang di dalamnya orang Nias berjemaat walaupun bukan kategori gereja suku, mis.: GTDI (Gereja Tuhan di Indonesia), gereja Katolik dan berbagai gereja Kharismatik/pentakosta yang menyusul masuk ke Nias.  Semua ini bisa ada karena seorang yang bernama Denninger.

Denninger sebagai Missionaris Pionir
Missionaris pionir biasanya mengacu kepada pelayanan misionaris dalam rangka mendirikan gereja di tempat di mana sama sekali belum ada orang Kristen atau misionaris.  Seorang pionir memiliki kemampuan yang membuat missionaries lain mengikutinya  Mungkin inilah salah satu yang membedakan Denninger dengan Nomensen.  Ketika Nomensen masuk ke tanah Batak, sebelumnya sudah ada beberapa misionaris yang merintis misi ke tanah Batak.  Sudah ada orang yang meneliti tentang budaya Batak  Sedangkan ketika Denninger masuk ke Nias belum ada seorang pun misionaris yang ke Nias.  Juga belum ada orang yang meneliti tentang Nias yang daripadanya Denninger dapat belajar budaya Nias.  Denninger harus belajar sendiri budaya dan bahasa Nias sehingga memungkinkan dia untuk memberitakan Injil dengan cara yang dimengerti oleh orang Nias.  Kepioniran Denninger inilah yang menarik missionaries-misisonaris berikutnya untuk datang ke Nias dan membuat pelayanan misi mereka menjadi lebih mudah.  Misionaris kedua RMG yaitu J.W Thomas yang datang tujuh tahun kemudian adalah salah satu misionaris yang merasakan manfaat kepioniran Denninger yaitu dengan belajar bahasa Nias langsung dari Denninger.

Pelayanan pionir yang dikerjakan oleh Denninger
            Pada tanggal 27 September 1865, Denninger tiba Pulau Nias, tepatnya di Gunung Sitoli,  Tangal kedatangannya ini sekarang diperingati sebagai hari peringatan masuknya Injil di Nias.  Setelah tiba di Gunung Sitoli, beberapa pekerjaan rintisan dilakukan oleh Denninger yaitu sebagai berikut:
Pada tahun 1866 sekolah pertama didirikan di sebuah rumah di Gunungsitoli dan Denninger mengajar di sana.  Dia mengumpulkan beberapa pemuda dan mengajar mereka membaca dan menulis.  Pemuda-pemuda ini kemudian menjadi pembantu Denninger dalam mengajar anak-anak di sekitar Gunung Sitoli.  Dengan cara ini berarti dia juga yang merintis pelayanan anak di Nias.
Tanggal 30-05-1867, Denninger menuliskan secara resmi, bahwa suku Nias belum memiliki tatanan baku tata bahasa (sebagaimana orang di luar Nias telah kenal baca-tulis yang berlaku di masa itu, red.), yang kemudian dalam salah satu suratnya Denninger mendeskripsikan konsonan dan vokal dalam bunyi bahasa Nias ke huruf latin, dan dengan pelafalan ujaran/dengar menurut orang Jerman saat itu.
1870  Terbit Buku Sekolah (Erste Schoolboekje) ditulis oleh Denninger sebagai bahan pelajaran di sekolah bagi Hulo Niha (Pulau Nias).

Disamping itu, Denninger juga menerjemahkan Injil Yohanes dan Lukas dalam bahsa Nias.  Terjemahannya ini digunakan untuk orang Nias yang sudah bisa membaca dan juga oleh utusan-utusan RMG yang datang kemudian.  Pada tahun 1874 secara resmi terbit terjemahan Injil Lukas dalam bahasa Nias.
Pada tahun 1876, Deninger meninggal dunia dan pelayanannya diteruskan oleh misionaris-misonaris RMG lainnya.

Refleksi teologis
Pentingnya peran Denninger dalam masyarakat Nias bukanlah terutama pada hasil yang diperoleh oleh E.L Denninger dalam misi ke Nias.   Dalam hal keberhasilan pekerjaan misi kita tidak bisa membandingkan Denninger dengan Nomensen di Batak.  Di Batak,  pelayanan misi Nomensen berlanjut hingga berdirinya HKBP bahkan beliau menjadi Ephorus pertama HKBP,  sedangkan Denninger tidak pernah mendirikan organisasi gereja apapun di Nias.  Peran penting Denninger adalah jasanya yang membuat banyak misionaris akhirnya datang ke Nias dengan persiapan yang lebih baik.  Mereka bisa datang dengan persiapan yang lebih baik karena karena informasi yang disediakan oleh Denninger baik tentang budaya maupun bahasa Nias.  Ini kemudian membuat pekerjaan misionaris berikutnya menjadi jauh lebih mudah.  Dan dalam hal inilah Denninger patut mendapat tempat khusus di hati orang-orang Kristen Nias sampai sekarang ini, apapun gerejanya.


4 komentar:

  1. apakah ada yang tahu informasi makam/ kuburan Ernst Ludwig Denninger..??? terimakasih . GBU

    BalasHapus
  2. apakah ada yang tahu informasi makam/ kuburan Ernst Ludwig Denninger..??? terimakasih . GBU

    BalasHapus
  3. apakah ada yang tahu informasi makam/ kuburan Ernst Ludwig Denninger..??? terimakasih . GBU

    BalasHapus
  4. Apakah ada foto Denninger, karena beliau juga pernah melayani di tempat kita Tamiang Layang? Tks.



    (Pada bulan Oktober 1847 perjalanan sebagai utusan misi dimulai, dikirim ke Kalimantan
    1848-1851 tiba di Banjarmasin dan bertugas di stasion Bintang (Kapuas)
    Bertugas di Stasiun Sihong (Siung dekat Telang) dan Maratowo (Murutuwu) pada tahun 1851-1859 selama berada di Murtuwo lah Daningger membuka sekolah dan banyak memberikan pendidikan baca tulis kepada anak-anak dayak Ma’anyan. Dimana beliau akhirnya meninggalkan Murotuwo melewati Telang untuk mengungsi ke Banjarmasin akibat meletusnya “perang Hidayat”.

    Danninger biasa dikatakan sebagai peletak pendidikan modern pertama untuk orang Ma’anyan dimana sekolah kecil yang dibangunnya di Murutuwu berhasil membuat sebagian orang-orang Maanyan menguasai baca tulis, menurut C.Banggert seorang administrator pemerintah Belanda saat ekspedisi disungai Barito tahun 1857.
    Badan penginjilan RMG memutasi Danninger ke pulau Nias).

    BalasHapus