Selasa, 03 Juni 2014

Mengenal gerakan Pentakosta (bagian 1): Pentakosta atau Kharismatik?




Oleh: Calvin Dachi, MAIE, MTh.





1.  PENDAHULUAN
Salah satu gerakan penting dalam kekristenan di abad ke 20 adalah munculnya gerakan Pentakosta.  Seringkali orang juga menyebut gerakan ini dengan istilah kharismatik.  Tidak jarang istilah pentakosta dengan kharismatik menimbulkan kebingungan di kalangan umat kristiani pada umumnya.  Sebagian pengikut gerakan pentakosta lebih suka menyebut diri mereka sebagai gereja Pentakosta dari pada kharismatik.  Sementara di kalangan protestan dan katolik, istilah kharismati jauh lebih disukai dalam menyebutkan gerakan pentakosta ini.
          Untuk tidak menimbulkan kebingungan dalam penggunaan istilah pentakosta dan kharismatik, dalam tulisan ini penulis akan menjabarkan sekilas tentang gerakan Pentakosta ini dan beberapa perbedaan mendasar teologi pentakosta dengan protestantisme tradisional.


2.  TIGA GELOMBANG PENTAKOSTALISME

          David Barret, seorang peneliti Kristen dan co-editor dari World Christian Encyclopedia menyatakan bahwa gerakan Pentakosta ini dapat dibagi dalam tiga gelombang, yaitu sebagai berikut[1]:

Gelombang Pertama: Pentakosta Klasik
Gelombang pertama dari misionaris perintis Pentakosta menghasilkan apa yang dikenal sebagai gerkan Pentakosta klasik, dengan lebih dari empat belas ribu denominasi Pentakosta di seluruh dunia.  Fase ini diikuti oleh usaha-usaha mengorganisasikan denominasi Pentakosta yang menghasilkan misi-misi yang bertumbuh cepat dan gereja-gereja pribumi.  Beberapa dari pertumbuhan yang paling besar datang dari usaha yang dilakukan di tengah-tengah orang Hispanic di US dan Amerika Latin.   Beberapa pertumbuhan yang paling besar juga terjadi di tengah-tengah orang Amerika kulit hitam maupun di negara-negara Afrika.
Pada gelombang ini orang-orang Pentakosta mengalami penolakan, pengusiran, pemisahan diri, denominasi baru.
Yang termasuk dengan Pentakosta klasik adalah orang-orang Pentakosta yang merupakan anggota dari denominasi Pentakosta atau gerakan Pentakosta.   Denominasi-denominasi Pentakosta memegang ajaran bahwa semua orang Kriste harus mencari pengalaman rohani sesudah pertobatan yang disebut dengan Baptisan Roh Kudus, dan bahwa orang percaya yang dibaptis Roh Kudus dapat menerima satu atau lebih karunia-karunia roh yang dikenal pada gereja mula-mula: penyucian seketika, berbicara dalam bahasa roh (glossolalia), atau menafsirkan bahasa roh, bernyanyi dalam bahasa roh, menari dalam roh, berdoa dengan tangan terangkat, mimpi, penglihatan/visi, membedakan roh, kata-kata hikmat, kata-kata pengetahuan, mujizat, mengusir roh jahat, kelepasan, tanda-tanda heran.  Denominasi-denominasi Pentakosta memproklamasikan sebuah injil yang “sepenuh” atau “empat tema” atau “lima tema” injil, yaitu: Kristus penyelamat, Pengudus, Pembaptis dengan Roh Kudus, Penyembuh dan Raja yang akan Datang kembali.

Gelombang Kedua: Kharismatik
Mengalami perselisihan, toleransi, jemaat yang dibaharui, tetap di gereja-gereja utama.
Ini adalah orang-orang Kristen yang berafiliasi dengan denominasi non-Pentakosta (Anglikan, Protestan, Katolik, Ortodoks) yang menerima pengalaman seperti disebut di atas. 
          Fase ini adalah penetrasi (perembesan) Pentakostalisme di gereja-gereja arus utama Protestn dan gereja-gereja Katolis sebagai gerakan “pembaharuan kharismatik” dengan tujuan membaharui gereja-gereja yang historis ini.  Selayaknya juga diakui bahwa “gelombang-gelombang” yang lebih baru ini juga mulai dari United States.  Mereka mencakup gerekan Neo-Pentakosta Protestan yang dimulai tahun 1960 di Van Nuys, California, di bawah pelayanan Dennis Bennet, Raktor dari gereja St. Mark’s Episcopal (Anglican).  Dalam sati dekade, gerakan ini telah menyebar ke seluruh 150 golongan utama Protestan di dunia, menjangkau total 55 juta orang pada tahun 1990. 
          Pemimpin-pemimpin Protestan arus utama termasuk: Tommy Tyson dan Ross Whetstone (Metodis); Brick Bradford, Rodman Williams, dan Brad Long (Presbyterian); Pat Robertson, Howard Conatser, Ken Pagard, dan Gary Clark (Baptist); Everett Terry Fulam dan Charles Fulton (Episcopal); Gerald Derstine dan Nelson Litwiller (Mennonite); dan Vernon Stoop (United Church of Christ). 
          Gerakan pembaharuan kharismatik Katolik dimulai di Pittsburg tahun 1967 di tengah murid-murid dan dosen di Duquesne University.  Sesudah tersebar dengan cepat di antara murid-murid  di Noter Dame dan di University of Michigan, gerakan ini tersebar ke seluruh dunia.
          Pemimpin-pemimpin awalnya dalah Kevin Ranaghan, Ralph Martin, Steve Clark, dan Nancy Kellar.  Kepemimpinan teologis yang hati-hati diberikan oleh Kilian McDonnell dan Leon Joseph Cardinal Suenens.
          Dalam 32 tahun sejak kelahirannya, gerakan Katolik tidak hanya mendapat izin dari gereja tetapi juga menjamah kehidupan lebih dari 100 juta orang Katolik di 120 negara.

Gelombang Ketiga: Neo Kharismatik
          Gelombang paling baru ini adalah yang disebut  “gelombang ketiga” dari Roh Kudus.  Asalnya adalah dari Fuller Theological Seminary pada tahun 1981 di bawah pelayanan ruang kelas dari John Wimber, pendiri dari Association of Vineyard Churches.  “Gelombang” ini terdiri atas kelompok utama evangelical yang mengalami tanda-tanda dan mujizat tetapi juga meremehkan label-label seperti “Pentakosta” atau “Kharismatik.”Vineyard adalah gerakan yang paling terlihat  dari kategori ini.  Tahun 2000, orang-orang dari gelombang ketiga ini, juga disebut dengan “neo-kharismatik” memiliki sekitar 295 juta anggota di seluruh dunia.
Dicirikan dengan: Kuasa Penginjilan (Power Evangelism), struktur baru, networking, Megachurch.
          Anggota-anggota dari gelombang ketiga terdiri dari orang-orang Injili dan Kristen lainnya yang tidak dihubungkan dengan Penkaosta atau pembaharuan Kharismatik, tetapi telah dipenuhi roh dan mengalami pelayanan Roh dan mujizat (walaupun tidak mengakui baptisan Roh Kudus terpisah dari pertobatan), yang menjalankan karunia roh, menekankan tanda-tanda dan mujizat, yang meninggalkan gereja mereka yang non Pentakosta tetapi juga tidak mengidentifikasi diri sebagai Pentakosta atau kharismatik. 


3.  TEMA-TEMA TEOLOGIS GERAKAN PENTAKOSTA
Gerakan Pentakosta pada umumnya dimengerti dengan cirinya yang khas, yaitu glosolalia atau “bahasa roh”.  Seorang ahli bernama David W. Faupel[2] membagi gereja dan gerakan Pentakosta ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan tema teologisnya:

1.  Mereka yang mengajarkan doktrin penyucian dalam tradisi Kekudusan Wesleyan.  Pentakosta golongan ini mengajarkan “tiga karya anugerah”
pertama, pertobatan
kedua, pengalaman “penyucian/pengudusan menyeluruh”
ketiga, Baptisan dalam Roh Kudus yang memberdayakan orang percaya untuk bersaksi dan melayani dengan bukti berbahasa roh.

2. Orang Pentakosta yang mengurangi pola diatas menjadi “dua karya Anugerah” dengan meleburkan dua hal yang pertama menjadi satu “finished work” (Karya tuntas Kristus di Kalvari) yang ditambah dengan proses penyucian secara perlahan-lahan.  Orang Pentakosta yang memakai pola ini memusatkan diri pada pertobatan dan kemudian baptisan dalam Roh Kudus.

3. Orang Pentakosta yang memegang pandangan “keesaan” atau “Jesus Only” dari ketuhanan.  Golongan ini memproklamirkan unitarianisme Injili dari pribadi kedua Tritunggal.


Pada tahun 1948, Pentecostal Fellowship of North America menyatakan:
          “Kami percaya bahwa Injil yang penuh (full gospel) meliput kesucian hati dan hidup, kesembuhan jasmani dan baptisan dalam Roh Kudus dengan bukti pertama berbicara dalam bahasa roh sebagaimana Roh Kudus berikan untuk diucapkan.”[3]
Kutipan di atas memperlihatkan bahwa istilah Full Gospel digunakan secara khusus dalam Pentakostalisme dan menggambarkan sebuah kumpulan tema-tema yang muncul dalam Pernyataan Pentecostal Fellowship of North America (PFNA).  Tema-tema diucapkan sebagai berikut dalam pernyataan awal PFNA:

“Selama Reformasi Allah memakai Martin Luther dan yang lainnya untuk memulihkan doktrin pembenaran oleh iman. Rom 5:1.  Kemudian Tuhan menggunakan Wesley bersaudara dan lainnya dalam gerakan besar Kekudusan/kesucian untuk memulihkan injil penyucian oleh iman. Kis 26:18.  Selanjutnya, Dia masih menggunakan orang lain untuk memulihkan injil dari kesembuhan ilahi oleh iman (Yak 5:14,15), dan Injil tentang kedatangan Yesus kedua kalinya. Kis 1:11.  Sekarang Tuhan menggunakan banyak saksi dalam gerakan Pentakosta yang besar untuk memulihkan baptisan dengan Roh Kudus dan api (Luk 3:16; kis 1:5) dengan tanda-tanda yang mengikuti. Mark 16:17, 18; Kis 2:4; 10:44-46; 19:6; 1:1-28:31.  Syukur pada Tuhan, kita sekarang memiliki pengkhotbah-pengkhotbah dari keseluruhan Injil.”[4]

Dari kutipan di atas, kita mendapatkan lima tema yang termasuk dalam “Injil Sepenuh—tiga karya anugerah ditambah dua lagi ‘kesembuhan ilahi oleh iman’ dan kedatangan Yesus kedua kali.”  Semua tema-tema ini berulangkali muncul di dalam keseluruhan tradisi Pentakosta.
5 TEMA UTAMA PENTAKOSTA:
1. Pembenaran oleh iman
2. Pengudusan sebagai berkat yang kedua, pasti, karya anugerah yang sempurna
3. Baptisan dalam Roh Kudus dengan bukti berbahasa roh
4. Kesembuhan ilahi sebagaimana tercakup dalam pendamaian.
5. Premillenial kedatangan Kristus kedua kali.

4.  HERMENEUTIKA PENTAKOSTA
Dalam Pentakostalisme, keselamatan dan pembenaran dihubungkan bersama dengan Baptisan dalam Roh Kudus.  Berbeda dengan Protestantisme yang cenderung membaca Perjanjian Baru melalui sudut pandang Paulus, hermeneutika Pentakostalisme cenderung membaca Perjanjian Baru melalui sudut pandang Lukas, terutama dengan lensa yang disediakan oleh Kisah Para Rasul.  
Hermeneutik Protestantisme

Hermeneutik Pentakostalisme

         cenderung membaca Perjanjian Baru melalui sudut pandang Paulus

          Surat-surat Paulus bersifat pengajaran

         Membaca Perjanjian Baru melalui sudut pandang Lukas, terutama dengan lensa yang disediakan oleh Kisah Para Rasul.
         Lukas dan Kisah bersifat naratif/cerita
         Muncul Pola Baru: Apa yang dialami dalam Kisah Para Rasul, harus ditiru (harus dialami) setiap orang percaya (Disebut Subjectiving Hermeneutics)



Perubahan dari teks Paulus kepada teks lukas adalah pergantian genre literatur dari yang bersifat pengajaran kepada bahan-bahan yang bersifat naratif/cerita.   Teks-teks naratif terkenal sulit diinterpretasikan secara teologis.  Orang-orang Pentakosta membaca cerita-cerita Pentakosta di dalam Kisah Para Rasul dan menuntut bahwa pola umum penerimaan Roh Kudus di gereja mula-mula harus ditiru dalam hidup setiap orang percaya. 
          Untuk membuat klaim ini, Pentakostalism berdiri dalam tradisi yang disebut “subjectivizing hermeneutic.”  Claude Welch menunjukkan bahwa bagian dari pengalaman subjektif kaum Pietism yang mendesak agar “drama Penciptaan, Kejatuhan dan Penebusan diberlakukan lagi dalam setiap kehidupan orang” kemudian diterapkan dalam gerakan Pentakosta modern.  Begitu juga pendekatan teologi Pietisme bahwa “Kelahiran Kristus yang sejati adalah kelahiranNya di dalam hati, kematianNya yang sebenarnya adalah kematian di dalam kita, kebangkitaNya yang sebenarnya adalah dalam kemenangan iman kita” juga diterapkan dalam Pentakosta modern.  Salah satu pendahulu Pentakosta “higher life” di abad ke sembialn belas  menggunakan pendekatan yang mirip dengan itu untuk Alkitab dalam menerapkan elemen-elemen dari sejarah keselamatan di PL untuk ibadah.  Peristiwa keluar dari Mesir, pengembaraan di padang gurun dan menyeberangi sungai Yordan ke tanah perjanjian semua menjadi jenjang/tahap dalam pola normative perjalanan rohani dari pertobatan ke dalam “berkat kedua.”
Demikianlah, “Gerakan Pentakosta adalah sebuah kelompok di dalam gereja Kristen yang dicirikan dengan kepercayaan bahwa apa yang terjadi sebagaimana disebut dalam Kisah 2 pada Hari Pentakosta tidak hanya menandakan kelahiran gereja, tetapi juga menggambarkan sebuah pengalaman yang tersedia untuk orang-orang percaya di segala abad.  Pengalaman mengenakan kuasa, disebut “Baptisan dalam Roh Kudus,” dipercaya dibuktikan oleh tanda yang menyertai berupa “berbicara dalam bahasa-bahasa lain sebagaimana roh memberikannya untuk diucapkan.”
          Uraian di atas juga memperlihatkan pentingnya pengalaman dalam teologi Pentakosta modern:
         Pentakosta menegaskan bahwa pelayanan Yesus di bidang mujizat kesembuhan juga dialami di zaman kita karena mujizat-mujizat adalah pengalaman gereja mula-mula sebagaimana dilaporkan dalam Kisah Rasul.
         Mujizat-mujizat kesembuhan ini bukan hanya bagian dari keselamatan atau bantuan untuk kemanusiaan dalam Injil, tetapi ini adalah jaminan ulang bagi orang percaya dan kesaksian bagi orang tidak percaya.


5.  PENUTUP BAGIAN 1
          Uraian singkat di atas memperlihatkan bahwa gerakan pentakosta modern tidak dapat dipisahkan dari ajaran tokoh-tokoh reformasi.  Tema teologis “pembenaran oleh iman” sudah pasti diterima sebagai warisan dari teologi reformasi.  Sedangkan kekudusan hidup/pengudusan dapat ditelusuri kembali akarnya pada teologi pietism dan Methodism Wesley.  Namun Pentakostalisme modern mengaitkan kedua tema ini secara khas dengan baptisan Roh Kudus sebagaimana dirumuskan oleh pendiri Pentakosta modern Charles Parham (lihat bagian 2). 
          Tekanan pada pengalaman dalam hermenetika pentakosta modern perlu dipahami secara hati-hati.  Pengalaman yang dimaksud dalam pentakosta modern tidak boleh disamakan dengan konsep pengalaman dalam teologi liberal.  Konsep pengalaman dalam pentakostalisme modern lebih menekankan pengalaman secara vertikal dengan Tuhan yang dibuktikan lewat baptisan roh dan mujizat-mujizat.  Pengalaman yang vertical ini menjadi penentu bagi keberadaan manusia dan hubungan-hubungan vertical lainnya.  Sementara konsep pengalaman dalam teologi liberal lebih menekankan pada pengalaman horizontal (hubungan dengan sesame) sebagai penentu dan representasi dari hubungan dan perjumpaan dengan Allah.


Daftar Pustaka
Talumewo, Steven H., Sejarah Gerakan Pentakosta. Yogyakarta: Andi, 2008

Samuel, Wilfred J., Kristen Kharismatik: Refleksi atas Berbagai Kecenderungan Pasca-Kharismatik.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007

Maris, Hans, Gerakan Kharismatik dan Gereja Kita.  Surabaya: Momentum, 2009.

Berkhof, H., Sejarah Gereja,disadur oleh I.H. Enklaar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995

Dayton, Donald W., Theological Roots of Pentecostalism, New Jersey: Hendrickson Publisher, Inc., 1996

Valdez, A.C dan James F. Scheer, Api di Jalan Azusa, diterj oleh Naomi Marisca E. Manalu, Bandung: Revval Publishing House, 2003.

Synan, Vinson, The Century of the Holy Spirit: 100 Years of Pentecostal and Charismatic Renewal, Nashville: Thomas Nelson Publishers, 2001.






[1] Vinson Synan, The Century of the Holy Spirit: 100 Years of Pentecostal and Charismatic Renewal( Nashville: Thomas Nelson Publishers, 2001), hal. 395-396

[2] Dayton, Donald W., Theological Roots of Pentecostalism (New Jersey: Hendrickson Publisher, Inc., 1996) hal. 18.

[3] Ibid. hal 18.
[4] Ibid. 19-20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar