Senin, 22 Juni 2015

Tritunggal: dari Logika Melompat ke Mujizat

Tritunggal: dari logika melompat ke mujizat
Oleh: Calvin Dachi

Pendahuluan
Salah satu doktrin agama Kristen yang sering menjadi perdebatan dengan orang-orang non Kristen adalah doktrin Tritunggal atau Trinitas.  Keberatan terhadap doktrin ini utamanya datang dari dua agama yang sangat menekankan monoteheisme seperti agama Yahudi dan Islam.  Dengan kemajuan teknologi internet, berbagai perdebatan itu bahkan sudah direkam dan dipublikasikan di youtube sehingga bisa diakses oleh banyak orang.
          Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa perdebatan itu belum juga selesai sampai sekarang.  Penulis tidak tahu persis sampai sejauh mana penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh pihak Kristen dapat dipahami oleh saudara-saudara dari pihak penganut agama Yahudi dan Islam.  Penulis juga tidak bermaksud untuk mengupas ulang perdebatan-perdebatan tersebut.  Dalam tulisan ini penulis berusaha membahas beberapa unsur yang sering tidak disadari oleh baik pihak Kristen maupun mereka yang menolak doktrin Tritunggal.

Apa itu  Tritunggal?
          Orang yang pertama kali merumuskan ajaran Tritunggal adalah Tertullilanus (120-225).  Ia merumuskan bahwa Allah adalah satu di dalam substansnya atau Zatnya dan tiga di dalam personaNya atau pribadiNya atau OknumNya.[i]    Sejak Tertullianus inilah kemudian gereja berusaha merumuskan ajaran tentang Allah dalam doktrinnya:  Tritunggal.   Secara ringkas doktrin Tritunggal mengajarkan bahwa Allah yang Esa itu disebut “Bapa yang Mahakuasa”.   Sejak kekal FirmanNya diam di dalam Allah dan Firman itu telah menjadi manusia yaitu Yesus dan karena itu disebut Anak Allah karena Firman Itu keluar dari Allah.  Bapa juga memiliki Roh Kudus, yaitu Roh yang “Keluar dari Sang Bapa”.  Dengan demikian Roh ini juga berasal dari Bapa (Allah Yang Esa) itu dan berdiam di dalam Diri Allah Yang Esa itu.  Karena dalam kekekalan Firman Allah dan Roh Kudus sudah bersama-sama dengan Allah maka jelaslah bahwa Firman dan Roh Kudus itu bukan diciptakan.
          Penulis percaya bahwa dengan penjelasan ringkas di atas, tidak sulit bagi penganut agama Yahudi dan Islam untuk memahami bahwa agama Kristen percaya kepada keesaan Allah.  Lalu masalahnya dimana? Apa keberatan fundamental atas ajaran iman Kristen ini?  Berikut penulis akan memaparkan beberapa sumber masalahnya.


Masalahnya adalah angka tiga (3) tidak LOGIS untuk Yang Maha Esa

Istilah "Tritunggal" entah disadari atau tidak, memberi kesan menyangkal keesaan Allah.  Umat Kristen tidak perlu menolak kenyataan bahwa orang non Kristen menangkapnya demikian.   Penggunaan kata Tri/tiga pasti membangkitkan penolakan dari penganut keesaan Allah.  Adalah logis untuk mengatakan bahwa konsep tiga tidak mungkin satu/esa.  Kalau ada tiga yang jadi satu, itu pasti campuran, atau senyawa (kimia) atau larutan (cairan). 
          Kalau kita lebih terbuka mengamati, sebelum Tertullianus gereja tidak pernah menggaunakan angka tiga ini dalam menyebut Allah. Bahkan Yesus sendiri dalam Injil Yohanes berkata  Aku dan Bapa adalah satu (Yoh 10:30).  Jadi penggunaan atribut angka tiga  untuk Allah barulah dilakukan jauh kemudian.  Menurut Berkhof dan Enklaar, Pemikiran-pemikiran teologi Tertullianus ditulisnya diantara tahun 195-220 M.[ii]  Itu berarti selama lebih dari seratus lima puluh tahun sejak kenaikan Yesus ke Sorga, gereja tidak pernah menggunakan angka tiga sebagai atribut untuk Allah.  Penulis berpendapat bahwa hal ini disebabkan karena masih kuatnya hubungan agama Kristen dengan Yudaisme yang sangat keras mengajarkan keesaan Allah.  Namus sejak kehancuran Yerusalem tahun 70 M, pengaruh Yudaisme semakin lama semakin melemah dan perlahan-lahan agama Kristen semakin mandiri dalam ajarannya.  Di tengah-tengah konteksnya yaitu kekaisaran Romawi yang menganut politeisme, penggunaan angka tiga sebagai atribut untuk Allah tidak lagi menjadi persoalan pada masa itu walaupun gereja tidak menganut politeisme. 
         

Anak Allah?  Mustahil Allah beranak!
Prasangka lain yang cukup umum diketahui adalah: Apakah Allah beranak?  Dalam agama Islam keyakinan bahwa Allah tidak beranak  pada mulanya muncul   dalam konteks menolak kepercayaan bahwa dewa Arab punya tiga anak (al Lat, al-Uzza dan Manat ) .  Tapi disadari atau tidak, keyakinan  ini juga diterapkan dalam konteks yg lain yaitu, untuk menolak ajaran alkitab bahwa Yesus adalah anak Allah.  Pertanyaanya: apakah agama kristen mengajarkan Allah beranak?  Atau Allah berhubungan dengan perempuan sehingga perempuan itu hamil dan melahirkan?  Tentu tidak!  Persoalannya adalah bahwa apa yg dimaksud dengan anak oleh orang Kristen berbeda dengan pemahaman yg disangkakan kepada orang.

Dalam Alkitab konsep anak dipakai dengan cara yang berbeda-beda.  Sedikitnya ada empat konsep yang berbeda berkaitan dengan anak.

Pertama konsep harfiah
Yang dimaksud disini adalah bahwa anak yang lahir dari hubungan suami-istri.  Mis.  Abraham memperanakkan Ishak dan sebaginya.

Kedua konsep alegoris, mis:
Keluaran 4:22-23  Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung;
sebab itu Aku berfirman kepadamu: Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung."
          Disini anak bukan diartikan sebagai akibat hubungan suami-istri tetapi lebih menunjukkan kepada hubungan khusus antara Allah dengan umat Israel dimana Allah berperan sebagai Bapa yang bertanggungjawab untuk membela dan melepaskan anaknya.

Ketiga, Konsep Anak sebagai status yg diberikan kepada orang percaya
Yoh 1:12  Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;
Gal 3:26  Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus.
1 Yoh  3:1  Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia.

Keempat, konsep anak yang menunjukkan kesetaraan hakekat dengan bapanya.
Seorang anak dan orang tuanya adalah sama-sama manusia.  Sebagai manusia, anak dan bapa sama nilai kemanusiaannya.  Konsep ini juga yang dipakai alkitab ketika mengatakan Yesus adalah anak Allah. Nats yang sangat eksplisit mengatakan: 
Yohanes 1:1-3, 14  Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.
Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.



Firman Allah menjadi manusia?

Salah satu hambatan logis dari doktrin Kristen adalah bahwa secara logika lebih mudah menerima jika Firman Allah itu menjadi buku/kitab dari pada menjadi manusia.  Jika pikiran Allah terungkap dengan perkataan Allah kemudian menjadi kitab, maka hal tidak ada keberatan akal sehat dengan hal itu.  Hal itu juga alkitabiah, karena dalam Alkitab dikatakan bahwa Allah menyuruh nabi-nabinya menuliskan firmanNya.  Sebagai contoh penulis akan mengutip beberapa ayat alkitab tentang Firman Tuhan yang dituliskan menjadi kitab:

Keluaran 34:27  Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Tuliskanlah segala firman ini, sebab berdasarkan firman ini telah Kuadakan perjanjian dengan engkau dan dengan Israel."

Yer 30:1-2  Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya:  "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tuliskanlah segala perkataan yang telah Kufirmankan kepadamu itu dalam suatu kitab.

Lalu bagaimana jika muncul pernyataan bahwa Firman itu menjadi manusia (bukan menjadi kitab)?  Bagi orang yang mengandalkan logika tentu sangat sulit untuk menerima pernyataan tersebut.  Bagaimana mungkin hal itu terjadi.  Tetapi justru disinilah Tuhan menunjukkan kemahakuasaanNya:  bahwa Allah tidak bisa dibatasi dengan logika manusia, melainkan melampaui logika itu sendiri.  FIRMAN ALLAH MENJADI KITAB ADALAH LOGIKA, TETAPI FIRMAN ALLAH MENJADI MANUSIA ADALAH MUJIZAT. 

Ketika kita berkata Yesus adalah Firman Allah (Kalimat Allah),  kita kita perlu menyadari bahwa hal itu telah terjadi. Firman itu (Kalimat Allah) telah menjadi manusia. Dan karena itulah Yesus disebut Anak Allah dan memiliki kesetaraan dengan Allah. Dengan sangat jelas Paulus menuliskan peristiwa ini dalam Filipi  2:6-7  “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”


Penutup
          Tulisan ini tidaklah dimaksudkan untuk membahas tuntas tentang doktrin Tritunggal, tetapi merupakan usaha penulis untuk mengungkapkan sisi-sisi yang terabaikan dalam penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh gereja Kristen di seluruh dunia mengenai imannya.          Namun tulisan ini juga merupakan usaha penulis untuk  membawa ke dalam kesadaran pembaca bahwa ada kendala logika dalam memahami dan menerima penyataan Allah yang esa kepada manusia melalui  Firman dan Rohnya. 


Batam, 22 Juni 2015



Daftar Pustaka
Berkhof, H. dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta BPK Gunung Mulia, 1995
Erickson, Millard J.  , Teologi Kristen Vol I. Malang: Gandum Mas, 2004
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
Lohse, Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma Kristen dari Abad Pertama sampai dengan Masa Kini, diterj. oleh  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.
Soedarmo, R. Ikhtisar Dogmatika,  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.




[i] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal. 108.
[ii] H. Berkhof dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta BPK Gunung Mulia, 1995), hal. 41

1 komentar:

  1. Shalom bapak, ibu saudara/i di manapun berada. Apakah Sudah ada yang pernah mendengar tentang Shema Yisrael? Ini adalah kalimat pengakuan iman orang Yahudi yang biasa diucapkan pada setiap ibadah mereka baik itu di rumah ibadat atau sinagoga maupun di rumah. Yesus juga menggunakan Shema untuk menjawab pertanyaan dari seorang ahli Taurat mengenai hukum yang utama. Kita dapat baca di Ulangan 6 ayat 4 dan pernah juga dikutip oleh Yesus di dalam Injil Markus 12 : 29. Dengan mengucapkan Shema, orang Yahudi mengakui bahwa YHWH ( Adonai ) Elohim itu esa dan berdaulat dalam kehidupan mereka. Berikut teks Shema Yisrael tersebut dalam huruf Ibrani ( dibaca dari kanan ke kiri seperti huruf Arab ) beserta cara mengucapkannya ( tanpa bermaksud untuk mengabaikan atau menyangkal adanya Bapa, Roh Kudus dan Firman Elohim yaitu Yeshua haMashiakh/ ישוע המשיח, yang lebih dikenal oleh umat Kristiani di Indonesia sebagai Yesus Kristus ) berikut ini

    Teks Ibrani Ulangan 6 ayat 4 : ” שְׁמַ֖ע ( Shema ) יִשְׂרָאֵ֑ל ( Yisrael ) יְהוָ֥ה ( YHWH [ Adonai ] ) אֱלֹהֵ֖ינוּ ( Eloheinu ) יְהוָ֥ה ( YHWH [ Adonai ] ) אֶחָֽד ( ekhad )


    Lalu berdasarkan halakha/ tradisi, diucapkan juga berkat: ” ברוך שם כבוד מלכותו, לעולם ועד ” ( " barukh Shem kevod malkuto, le’olam va’ed " ) yang artinya diberkatilah nama yang mulia kerajaanNya untuk selama-lamanya " ). Apakah ada yang mempunyai pendapat lain?.
    🕎✡️👁️📜🕍🤴🏻👑🗝️🛡️🗡️🏹⚖️☁️☀️⚡🌧️🌈🌒🌌🔥💧🌊🌬️🏞️🗺️🏡⛵⚓👨‍👩‍👧‍👦❤️🛐🤲🏻🖖🏻🌱🌾🍇🍎🍏🌹🐏🐑🐐🐂🐎🦌🐪🐫🦁🦅🕊️🐟🐍₪🇮🇱⛪

    BalasHapus